METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 29,67%, lebih tinggi dari dari angka standar WHO yaitu 20%. Data terkini juga menunjukkan bahwa sekitar 9 juta balita Indonesia saat ini mengalami stunting, yang artinya 1 dari 3 bayi yang dilahirkan terdiagnosa stunting yakni kondisi yang timbul akibat kekurangan gizi berkepanjangan, yang berpengaruh pada perkembangan fisik dan otak.
Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi hingga kini, memperburuk jumlah angka stunting karena seluruh aspek pasti terpengaruh terutama perekonomian, yang tentu saja berdampak pada tumbuh kembang anak. Sebanyak 60% posyandu tidak menjalankan fungsinya, dan lebih dari 86% program stunting berhenti akibat pandemi.
Menyadari hal ini, lembaga nirlaba 1000 Days Fund (Yayasan Seribu Cita Bangsa) dan Yayasan Kesehatan Perempuan mencanangkan sebuah inisiatif publik bertajuk Gerakan Nasional #IndonesiaBebasStunting 2030. Dengan dicanangkannya gerakan ini, diharapkan berbagai elemen masyarakat tergugah untuk memahami, mendukung, dan beraksi secara bersama untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Ada 9 juta anak balita di Indonesia yang mengalami stunting. Ini adalah sumber daya manusia masa depan Indonesia. Mereka tumbuh dengan ancaman pneumonia dan diare, dan sering sakit, otak dan sistem imunitas mereka tidak tumbuh dengan seharusnya sehingga mereka tidak bisa berkontribusi pada pembangunan dan kesejahteraan Indonesia,” kata Lead Strategist 1000 Days Fund, Zack Petersen dalam konferensi pers virtual pada Kamis (8/4/2021).
Permasalahan terbesar dalam pengentasan stunting adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya stunting. Hal tersebut menyebabkan masyarakat masih mengabaikan gizi yang seimbang dan kebersihan yang menjadi kontributor penyebab stunting.
Hal ini ditunjukkan dengan tingginya jumlah ibu hamil yang menderita anemia, kondisi yang berisiko tinggi untuk melahirkan anak yang stunting. Oleh karenanya, program pendampingan stunting harus efektif di tingkat keluarga, khususnya ibu, agar bayi dapat selamat dari resiko stunting.
“Kesehatan ibu merupakan tonggak utama kesejahteraan anak dan keluarga. Oleh karenanya pengentasan Indonesia dari stunting dapat dilakukan pertama mulai dari intervensi langsung kepada perempuan, dengan menyediakan informasi terkait merencanakan kehamilan, menjalani kehamilan, persalinan hingga setelah melahirkan sampai dengan bayi berumur dua tahun,” tegas Nanda Dwinta Sari, Direktur Eksekutif Yayasan Kesehatan Perempuan.
Lalu mendorong tersedianya layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Selanjutnya pelibatan pihak terkait seperti peran laki-laki dalam pencegahan stunting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, sehingga tercipta perubahan perilaku dalam pemenuhan kesehatan perempuan dan anak yang lebih baik.
Untuk itu diperlukan sebuah gerakan masif yang melibatkan berbagai pihak yang berasal dari berbagai macam elemen masyarakat, untuk mendorong kemitraan multisektor dengan melibatkan pemerintah, swasta, mitra lokal, dan masyarakat, demi mempercepat upaya pencegahan stunting, sehingga Indonesia mampu mencapai “zero stunting” pada tahun 2030.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo menyatakan penurunan prevalensi stunting merupakan pilar utama bagi pembentukan SDM yang berkualitas di masa depan. Oleh karena itu, misi ini perlu melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah.
“Untuk itu, BKKBN akan segera mewujudkan kemitraan dengan sebanyak-banyaknya pihak melalui wadah #1000MitraUntuk1000Hari. Kami sangat menghargai organisasi-organisasi aktivis yang meluncurkan gerakan ini yang telah menjadi mitra BKKBN, karena kami selalu menjadi sahabat mitra dan sahabat keluarga,” tutup dia.
Sumber: