METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) belum memutuskan untuk mengajukan kasasi atas putusan banding terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Di tingkat banding, majelis hakim mengurangi pidana penjara Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung Ali Mukartono, mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima salinan putusan banding milik Pinangki dari Pengadilan Tinggi Jakarta.
“Belum terima (salinan-red),” kata Ali dikutip Antara, Rabu, (23/6/2021).
Sebelumnya, Ali mengatakan jaksa penuntut umum akan mempelajari terlebih dahulu putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI, sebelum mengambil keputusan apakah akan mengambil langkah hukum kasasi atau tidak.
Sejak putusan banding dibacakan Senin (14/6/2021), Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat maupun Kejagung masih menunggu salinan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sepekan setelah banding Pinangki dikabulkan, Ali menyatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Ali mempertanyakan kepada wartawan mengapa selalu mengejar pemberitaan soal Pinangki. Menurut Ali, tersangka dalam kasus tersebut ada banyak, sehingga tidak harus berfokus pada Pinangki seorang.
“Kenapa sih yang dikejar-kejar Pinangki, tersangka terkait itu ada banyak,” ujarnya.
Saat wartawan menjelaskan banding Pinangki menjadi perhatian luas publik, terlebih pertimbangan hakim mengabulkan permohonan bandingnya dianggap menciderai rasa keadilan.
Alasan hakim mengabulkan permohonan banding Pinangki karena mengakui dan menyesali perbuatannya, serta berstatus ibu dari anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh.
Publik bahkan membandingkan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Pinangki dengan hukuman yang diterima oleh Angelina Sondakh yang justru diperberat ditingkat kasasi. Juga membandingkan dengan seorang ibu di Aceh yang ditahan bersama anaknya karena tersangkut kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Kasus ini menimbulkan gejolak di masyarakat,” kata salah seorang wartawan.
Ali lantas menjawab bahwa yang membuat berita terkait Pinangki bergejolak adalah para media atau wartawan.
“Yang menggejolakkan diri siapa, sampean–sampean kan (wartawan-red),” kata Ali.
Menurut Ali, kasus Pinangki berbeda dengan perkara lainnya. Selain Pinangki, dalam perkara tersebut juga ada tersangka lainnya yang perlu diperhatikan.
Dia menyebutkan, putusan pengadilan sudah jelas, dan pihaknya menghormati apa yang menjadi keputusan hakim.
“Sudah jelas putusan pengadilan, iya kan!. Tersangka kita tunggu yang lain, masih banyak tersangka, itu satu ke satuan,” kata Ali.
Ali juga menyinggung dalam perkara Pinangki negara mendapatkan mobil. Sedangkan tersangka lain kesulitan untuk dilacaknya.
“Malah dari Pinangki, negara dapat mobil. Yang lain kan susah ngelacaknya itu,” kata Ali.
Mobil yang dimaksudkan Ali, yakni mobil BMW X-5 yang dirampas hakim untuk dikembalikan kepada negara karena diduga hasil korupsi.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara. Selain itu, Pinangki dihukum membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding Senin, 14 Juni memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus “cessie” Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.