Kementerian Agama melaporkan total calon jamaah umroh Indonesia yang tertunda keberangkatannya per 28 Februari 2020 mencapai 59.757 orang.
Sementara itu, jumlah calon jamaah yang sudah membayar uang muka sebanyak 41.516 orang, dan jamaah yang telah mengantongi tiket dan visa sebanyak 18.752 orang.
Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi memperkirakan biaya umrah “kemungkinan akan sangat mahal” dengan skema dari pemerintah Arab Saudi.
Hal ini berdasarkan ketentuan lamanya karantina, tes PCR, dan vaksin tambahan yang dibebankan kepada calon jamaah umrah.
“Kalau kita bicara harga, akan jadi dua kali lipat, bisa sampai Rp 54-60 juta per orang, untuk selama 30 hari menyelenggarakan ibadah umrah,” kata Tauhid kepada BBC News Indonesia, Senin (9/8/2021).
Tauhid juga memperkirakan dari hampir 60.000 calon jamaah umrah, hanya 70 persen yang akan melanjutkan perjalanan ziarah itu sampai penangguhan kembali dibuka.
“Tapi kalau membatalkan itu banyak persoalan. Travel itu sudah membayarkan ke airlines, dan hotel-hotel di Saudi Arabia,” kata Tauhid.
Bagaimana pun, kata Tauhid, hal ini sangat tergantung dari diplomasi pemerintah Indonesia ke Arab Saudi.
“Kasihan masyarakat kita yang sudah mengumpulkan uangnya. Begitu lama, ingin umrah. Kemudian jadi mahal,” katanya.
Ia juga mencontohkan negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia yang kasus Covid-nya masih tinggi beberapa hari belakangan ini, tapi tidak masuk ke dalam daftar penangguhan pemerintah Arab Saudi. “Itu kan (persoalan) diplomasi aja,” tambah Tauhid.
Apa kata calon jemaah umrah?
Iip Ropiah, 42 tahun, sudah mendaftar keberangkatan umrah sejak Januari 2020. Ia gagal berangkat pada Maret 2020, karena saat itu status pandemi dunia ditetapkan.
Satu tahun kemudian, ibu empat anak ini kembali mendapat tawaran pergi umrah.
“Waktu ditawarin itu diminta tambah uang enam juta (rupiah), untuk macam-macam,” kata Iip kepada BBC News Indonesia, Senin (9/8/2021). Namun, tawaran tersebut ditolak.
Guru TK ini mengatakan, tiket umrah ini merupakan hadiah dari kantornya. Sehingga, untuk memenuhi syarat yang ditentukan dengan penambahan waktu karantina yang berdampak pada penambahan biaya “itu pasti keberatan”.
“Mungkin buat buat orang yang rezeki bisa saja, ibadah umrah itu istilahnya dambaan setiap kaum Muslim. Kalau buat saya, keberatan, saya enggak punya juga uangnya untuk nambahinnya,” tambah Iip.
Sejauh ini, Iip lebih memilih menunggu pandemi mereda, untuk berangkat ke Tanah Suci.
Sejauh mana lobi ini akan berhasil?
Peneliti umrah dan haji dari UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Fauzan mengatakan, selama ini pemerintah kerap mengikuti kebijakan-kebijakan dari Arab Saudi.
“Jadi sebenarnya dari masa lalu, pemerintah kita selalu mengikuti kebijakan yang ada di Arab Saudi,” katanya.
Mengenai berhasil atau tidak, ini sangat tergantung dari usaha pemerintah untuk meyakinkan pihak Arab Saudi.
Selain itu, kata Fauzan, jika diplomasi ini tak mencapai titik temu, maka pemerintah perlu memikirkan cara untuk menekan pengeluaran calon jemaah umrah.
“Coba dicari di mana sumber yang tidak terlalu digunakan, seperti pendidikan, yang saat ini sedang online. Itu bisa dijadikan biaya tambahan bagi para jamaah,” katanya.