KOPI, JAKARTA – Upaya pengungkapan dan penyelesaian kasus tewasnya wartawan Kalsel secara transparan dan beradab telah mengundang perhatian banyak kalangan, termasuk dari pihak DPR RI. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, misalnya, menegaskan mendukung langkah Komnas HAM untuk mengungkap kematian M Yusuf (42) wartawan media online di Lapas Klas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, 10 Juni lalu.
Menurut Fadli Zon, harus ada keberanian untuk mengungkap kebenaran dan hal yang menjadi penyebab kematian M Yusuf. Terlebih kematian terjadi di dalam lapas.
“Jangan sampai kebenaran itu ditutupi untuk kepentingan orang tertentu yang saya kira tentu saja merupakan satu wujud ketidakadilan bagi keluarga almarhum. Jadi harus dibongkar, mereka yang terlibat dalam penganiayaan, intimidasi atau bahkan masuk dalam kategori pembunuhan ya harus diungkap dan diberi sanksi sesuai hukum kita yang berlaku,” kata Fadli Zon kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (28/6).
Menurut politisi asal Sumatera Barat ini, tugas wartawan adalah sangat mulia dan menjadi pilar denokrasi yang sangat penting. “Tugas wartawan itu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari demokrasi. Karena itu wartawan harus dilindungi, termasuk dalam kondisi perang sekalipun,” tegasnya.
Ditanya soal banyaknya awak media yang mengalami kekerasan selama pemerintahan rezim Joko Widodo, Fadli Zon mengaku sangat prihatin. “Di media saat ini disebutkan ada 176 kalau tidak salah, wartawan yang mengalami kekerasan, intimidasi bahkan hingga meninggal dunia seperti yang dialami M Yusuf. Jika angka itu benar, kondisi Ini sangat memprihatinkan. Harus dihentikan karena bertentangan dengan konstitusi kita dan semangat demokrasi itu sendiri,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Fadli Zon juga menyebut banyaknya wartawan yang mengalami kekerasan saat menjalankan tugas jurnalistik menambah catatan buruk bagi Presiden Joko Widodo. “Dan saya kira ini juga mengkhawatirkan bahwa ada kecenderungan pemerintahan sekarang ini menegakan sikap otoritarianisme kembali, setidaknya yang bisa dilihat dari sisi pers,” pungkasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, kembali menyerukan agar pihak terkait benar-benar serius menangani kasus ini. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2018 itu amat sangat prihatin melihat persoalan ini yang disebutnya sebagai tragedi pembantaian kemerdekaan pers Indonesia.
“Kasus ini bukan hanya soal kriminalisasi jurnalis belaka, tetapi lebih buruk dari itu. Para pihak yang memperkarakan karya jurnalistik Muhammad Yusuf telah menggunakan tangan hukum untuk membunuh sang jurnalis sejati tersebut. Ini tragedi bagi kemerdekaan pers Indonesia,” ujar Wilson yang juga adalah Pimpinan Redaksi Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) dengan situs resmi www.pewarta-indonesia.com ini.
Dirinya meyakini bahwa dalam kasus kematian jurnalis Muhammad Yusuf di Lapas Klas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan itu, ada persengkongkolan jahat yang melibatkan beberapa pihak. “Dari informasi yang masuk, saya menduga kuat bahwa dalam kasus ini ada persekutuan jahat untuk membunuh Muhammad Yusuf yang didesain sedemikian rupa agar yang bersangkutan terlihat wafat secara wajar,” imbuh pria yang sejak awal kasus ini mencuat ke permukaan sangat getol menyuarakan perjuangan pengusutan kasus tersebut.
Beberapa pihak, beber Wilson, yang diduga kuat terlibat dalam kolusi busuk dalam kasus itu antara lain oknum aparat Polres, Kejari, Dewan Pers, dan oknum pengusaha hitam, Haji Isam. Bahkan menurutnya, bisa diduga keterlibatan oknum Gubernur Kalsel, yang tidak lain adalah paman kandung Haji Isam.
“Untuk informasi bahwa Gubernur Kalsel itu sedang kecewa berat karena baru-baru ini dikalahkan Yusril Ihza Mahendra yang menjadi pengacara PT. Silo di Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam kasus pembatalan izin pengusahaan lahan yang diincar PT. MSAM milik Haji Isam di Pulau Laut. Sepak terjang PT. MSAM di lokasi tanah rakyat di sanalah yang jadi obyek pemberitaan Muhammad Yusuf itu,” terangnya.
Jadi menurut lulusan Pascasarjana Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda itu, dalam kasus ini sangat mungkin adanya pembunuhan berencana dari pihak-pihak tertentu. “Parahnya, Dewan Pers melalui oknum ahli pers Leo Batubara, telah mempermulus program penghilangan nyawa wartawan Muhammad Yusuf,” ujarnya dengan rasa sedih.
Oleh karena itu, lelaki paruh baya ini menyerukan kepada seluruh insan pers di negeri ini untuk bersatu menolak kriminalisasi terhadap wartawan dan membubarkan Dewan Pers. “Ayo kita bersatu, bersama kita bubarkan Dewan Pers yang selama ini menjadi alat legitimasi aparat mengkriminalisasi pekerja pers,” serunya mengakhiri pernyataannya. (HWL/Red)