JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada siang ini.
Menurut kordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, dirinya hendak melaporkan dugaan penyimpangan pajak sebesar Rp1.7 triliun yang diduga juga berkaitan dengan proses penyidikan terkait suap puluhan miliar yang tengah diusut oleh KPK.
“Saya datang ke KPK hendak melaporkan proses yang diduga terkait dengan inisial AP yang saat ini dicekal oleh KPK, yang saat ini diduga menerima suap berkaitan dengan pengurusan pajak dengan wajib pajak,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (5/3/2021).
Boyamin mengaku mendapatkan data dengan orang yang sama yang tengah diusut KPK terkait dugaan suap di Ditjen Pajak. Menurutnya, data penyimpangan pajak Rp1.7 triliun itu terjadi dalam kurun waktu tahun 2017-2018.
“Dimana ada perusahaan besar yang menunggak pajak Rp1.7 triliun dan kemudian nampaknya tidak kooperatif sampai pada posisi tertentu Menteri Meuangan menerbitkan izin untuk disandera untuk 3 orang, komisiaris utama, direktur utama, dirut, atau kemuduan direrktur di bawahnya,” ucapnya.
“Inisialanya DS, Dirut WW, terus AT, nah kemudian yang disandera hanya satu orang DS, bukan memegang saham tapi jabatannya komisaris utama,” tambah Boyamin.
Berikut kronologis peristiwa dugaan penyimpangan pajak sebesar Rp 1,7 triliun yang diberikan Boyamin kepada awak media, berikut kronologinya:
1. Bahwa berdasar surat Menteri Keuangan RI pada tanggal 19 Juni 2019 Nomor SR-383/MK.03/2017 telah meberikan ijin melakukan penyanderaan terhadap DS, AT, dan WW selaku Komisaris dan Direksi PT. Industri Pulp Lestari dikarenakan menunggak pembayaran pajak sebesar Rp1.7 Trilyun;
2. Bahwa atas dasar surat izin penyanderaan dari Menkeu tersebut, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit telah melakukan Penyanderaan terhadap DS yang dititipkan di Lapas kelas II A Salemba dengan dibuatkan Berita Acara Penyanderaan yang ditanda tangani oleh Jurusita Pajak Erwin Mahardika Kusuma dan Tomson Sinurat sebagaimana tertuang Berita Acara Penyanderaan Nomor : BA-11/WPJ.21/KP.07/2017;
3. Bahwa pada tanggal 24 Januari 2018, DS telah dilepaskan dari Penyanderaan di Lapas klas II A Salemba berdasar Surat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pluit Nomor : S-3418/WPJ.21/KP.07/2018 tertanggal 24 Januari 2018 yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Eko Budihartono dengan alasan Penanggung Pajak dilepas berdasar pertimbangan tertentu dari Menkeu;
4. Bahwa DS berupaya lepas dari penyanderaan dengan cara membayar Rp15 M pada tanggal 20 Desember 2017, atau satu minggu setelah di sandera (gijzeling) dan membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dia membayar dengan seluruh harta kekayaanya sesuai dengan nilai di SPT Pribadi. Berdasar Peraturan Dirjen Pajak nomor PER/03/PJ/2018 tertanggal 23 januari 2018, DS pada tanggal 24 Januari 2018 dilepas dari sandera;
5. Bahwa DS sebagai Komisaris Utama yang tidak memiliki saham sama sekali namun justru yang di sandera (gijzeling), sedangkan Direktur Utama dan Direktur lainnya yang sama-sama mendapat izin di sandera/gijzeling tidak dilakukan sandera;
6. Bahwa selain itu terdapat fakta DS masuk Lapas Salemba tanggal 13 Desember 2017, membayar Rp15 M pada tanggal 20 desember 2017, kemudian diduga dibantarkan di Rumah Sakit AW pada tanggal 22 Desember 2017 hingga sampai tanggal 24 januari 2018 kembali ke lapas Salemba hanya untuk tanda tangan dan ambil barang-barangnya untuk pulang rumah;
7. Bahwa DS dilepasakan pada tanggal 24 Januari 2018, sehari sejak terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER/03/PJ/2018 pada tanggal 23 januari 2018, hal ini nampak tidak wajar apabila dibandingkan dengan syarat-syarat untuk pembebasan sandera pajak dengan pertimbangan Menkeu adalah dibutuhkan waktu 39 hari dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
– Menyerahkan harta kekayaannya atau membayar sejumlah uang.
– KKP Pratama membuat surat rekomendasi pembebasan sandera ke kanwil Pajak.
– Kanwil Pajak berkirim surat ke Direktur Pemeriksaan dan Penagihan .
– Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berkirim surat ke Dirjen pajak.
– Dirjen Pajak berkirim surat ke Menteri.
– Menteri membuat Disposisi ke Sekjen Kemenkeu.
– Sekjen Kemenkeu meneruskan ke Biro hukum, Kepala bagian pajak dan pabean, Kepala Sub Bagian Pajak untuk dibbuatkan konsep surat Pelepasan Sandera.
– Setelah mendapat surat Pelepasan Sandera dari Kemenkeu maka selanjutnya Tersandera dilepaskan dari tempat penitipan (lapas/rutan ).
– Untuk memenuhi semua proses tersebut secara normal diperlukan waktu 39 hari kerja.
Boyamin menyebut hingga saat ini tagihan pajak senilai Rp 1,7 trilyun dari PT Industri Pulp Lestari diduga belum tertagih sepenuhnya (diduga baru terbayar Rp 15 milyar dari Dedy Sutanto). Atas tidak terbayarnya kewajiban pajak tersebut diduga tidak dilakukan penyanderaan terhadap AT dan WW.
“Sehingga patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi atas peristiwa tersebut. Bahwa semua proses dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1.7 triliun tersebut diduga terkait dengan AP yang saat itu diduga menduduki jabatan eselon II setingkat Direktur pada Ditjen Pajak dan AP saat ini dicekal KPK terkait dugaan penerimaan suap puluhan milyar dari wajib pajak,” katanya.
Boyamin pun meminta KPK untuk melakukan pengembangan penyelidikan dugaan korupsi atas dugaan penyimpangan penagihan pajak Rp1.7 triliun tersebut. Sebab, saat ini tidak terlacak keberadaan PT Industri Pulp Lestari, namun diduga WW mantan Dirutnya telah mendirikan perusahaan baru.
“Maka dari itu kami minta ke KPK untuk menjauhkan jangkauannya, melakukan penyelidikan, membuat penyelidikan baru atas dugaan penyimpangan, penyimpangan, karena tidak tertagih akan menimbulkan kerugian negara,” tutupnya.
Sumber: