Kesembilan, tidak menampilkan gerakan tubuh, dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain. Kesepuluh, Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilai-nilai keagamaan.
Kesebelas, tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat/keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup (insaf atau tobat) atau inspirasi kehidupan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan privasi dan penghormatan agama lain.
Kemudian berkaitan ketentuan poin 2, selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
berikutnya, lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran.
Lalu lembaga penyiaran wajib menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menekan laju persebaran Covid-19 sebagaimana Keputusan KPI Pusat Nomor 12 Tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19.
Bila lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: