JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino atau RJ Lino mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membuatnya mati secara perdata selama lima tahun. Hal ini lantaran KPK seakan menggantungkan status RJ Lino yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di Pelindo II pada akhir 2015 silam. Setelah itu, Lino hanya sekali diperiksa sebagai tersangka pada Februari 2016.
Setelah lima tahun, KPK baru menahan RJ Lino pada Maret 2021. Proses hukum kasus ini pun mulai bergulir di persidangan pada awal Agustus lalu. Untuk itu, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (19/11/2021), Lino mengaku berbahagia.
“Majelis Hakim Yang Mulia, saya sangat berbahagia hari ini karena saya diberi kesempatan untuk menyampaikan secara terbuka hal-hal yang saya rasakan sebagai tersangka selama lima tahun tanpa ada kejelasan status saya. Selama lima tahun praktis saya “mati secara perdata”,” ungkap Lino mengawali nota pembelaannya.
Lino mengaku status tersangka yang disandangnya selama lebih dari lima tahun berdampak buruk pada keluarganya. Bahkan, keluarganya terpaksa menjauhkan diri dari interaksi sosial. Lino mengaku telah menyiapkan diri untuk ditahan saat pemeriksaan perdananya sebagai tersangka pada Februari 2016. Bahkan, Lino telah menyiapkan koper, alat salat dan sejumlah buku untuk menemaninya selama masa penahanan.
“Waktu saya sampai di gedung KPK, pers sudah menantikan saya dan pasti semua yakin bahwa hari tersebut saya akan ditahan. Apa yang terjadi kemudian? Saya hanya diperiksa dan ditanya data-data pribadi dan kemudian boleh pulang. Selanjutnya menunggu sampai lebih dari lima tahun kemudia tanggal 26 Maret 2021 diminta datang dan langsung ditahan,” ungkapnya.
Secara pribadi, RJ Lino mengaku mulanya tak ambil pusing dengan status tersangka yang disematkan KPK. Lino meyakini kawan-kawannya mengetahui dirinya. Bahkan, semua kawannya meyakini proses hukum yang dihadapinya merupakan persoalan politik.
Namun, hal itu berubah pada awal September 2019. Sang cucu yang bernama Sophia saat pulang dari sekolah menanyakan kepadanya mengenai koruptor dan apakah Lino akan dipenjara karena menjadi koruptor? Sang cucu mengaku khawatir akan kehilangan opanya.
Lino mengaku kaget dengan serentetan pertanyaan sang cucu. Saat ditanyakan, sang cucu mengaku mengetahui hal itu dari kawan sekolahnya.
“Saya kemudian tanya ke Sophia, kamu tahu dari mana opa koruptor? Dengan separuh mukanya yang sedih dan mau nangis, dia mengatakan bahwa temannya yang memberitahu dia dan temannya tahu dari ibunya,” katanya.
Sang cucu, tutur Lino, menceritakan pernah bertemu ibu kawannya yang menanyakan bagaimana caranya bisa lulus tes masuk sekolah tersebut. Dengan bangganya, sang cucu mengaku diajari oleh Lino. Didorong rasa penasaran, ibu tersebut bertanya nama kakek Sophia yang dijawabnya dengan kebanggaan.
“Rupanya setelah kembali ke rumah, ibunya mengatakan kepada putrìnya seperti apa yang Sophia sampaikan kepada saya. Untuk saya, itu peristiwa yang sangat menyedihkan yang melibatkan seorang anak kecil yang masih sangat polos, saya tidak bisa membayangkan kalau di antara lainnya yang ada di sini mengalami pengalaman serupa,” ungkapnya.
Peristiwa itu mendorong Lino untuk bersedia diwawancara Hal ini yang mendorong saya pada setelah bertahun-tahun sembunyi dari media. Dalam wawancara itu, Link salah satunya meminta KPK untuk menangkap dan mengadilinya jika merasa punya bukti yang cukup.
“Supaya status saya menjadi jelas, jangan dibiarkan status “mati perdata” berlama-lama tak jelas,” katanya.