Sudah 75 tahun berlalu, kata merdeka masih sebuah frasa yang diingatkan sesaat ketika HUT perayaannya tiba. Meski kata itu diucapkan 200 juta penduduk Indonesia di seluruh pelosok negeri, kata merdeka tidak seperti mantra yang dapat merubah kemerdekaan yang hakiki yakni berkadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Merdeka ! Merdeka !. Merdeka !. Setahun sekali ia terdengar, padahal kata itu begelora ketika diucapkan. Hari ini 17 Agustus tahun 2020 teriakan itu kembali berkumandang di seluruh pelosok negeri. Dirayakan dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih pada Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2020 yang ke- 75 tahun. Perayaannya kali ini jauh berbeda, tidak seperti biasa, pandemi Coronavirus Disease-2019 ( Covid-19) telah mengubahnya. Tidak ada lomba, kegiatan yang menimbulkan keramaian atau pengumpulan massa ditiadakan sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona.
Merdeka ! bukan hanya sebuah kata untuk diucapkan, ia penuh makna. Merdeka dalam bernegara, bebas dari perhambaan, penjajahan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu sesuai dengan konstitusi bernegara yakni Undang-Undang Dasar 1945. Memaknai kemerdekaan saat ini tentunya sudah berubah, bukan lagi mengusir penjajah dengan senjata, kemerdekaan lebih diartikan dalam sebuah kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat, menyampaikan pendapat di muka umum sesuai nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa, hingga menjamin hak konstitusional warga negara.
Sudah merdeka kah? Tak dapat dipungkiri masih banyak warga negara mengalami penindasan baik secara fisik hingga psikologis. Penindasan itu bermacam, mulai dari kriminalisasi, pembungkaman hak berpendapat, pemerasan oleh oknum penegak hukum, hingga mengatur sistem peradilan untuk kepentingan sekelompok. Selain itu, korupsi merupakan kejahatan yang saat ini populer dengan berbagai modus, bahkan kejahatan korupsi ini banyak melibatkan penguasa dan oknum penegak hukum itu sendiri. Tentunya hal seperti ini akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mirisnya lagi, penindasan dalam bentuk pemerasan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum semakin tertata rapi dan mengerikan. Bahkan, korbannya bukan lagi masyarakat arus bawah, sistem birokrasi yang buruk menjadi sasaran empuk oleh perampok yang mengatasnamakan hukum tersebut. Jika dibiarkan, birokrasi yang buruk sulit untuk berbenah dan terus akan menjadi “sapi perah,” apakah itu merdeka?.
Lalu bagaimana untuk merdeka? Sebelum meneriakan kata merdeka, baiknya masing-masing pribadi mengintrospeksi diri. Bagi yang sedang berkuasa hingga aparatur negara, setidaknya sadar akan hak-hak warga negaranya serta memberikan jaminan akan haknya setiap warga negara, bukan malah berkeinginan untuk merampasnya.
Merdekakan dirimu !. Hindari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Lawan perampas hak konstitusional, teriakan kebenaran tanpa ragu, jangan ikut-ikutan sebagai perampas hak konstitusional warga negara. MERDEKA ! MERDEKA ! MERDEKA !.