Korupsi semakin subur, pelakunya tumbuh silih berganti. Negara kelabakkan, berbagai formula pun dibuat dan anggaran dikucurkan untuk membentuk beberapa lembaga yang hanya bertujuan untuk membunuh virus-virus korupsi. Bahkan, dunia menganggap persoalan korupsi umpama penyakit yang telah mewabah, menyerang siapa saja di muka bumi. Kata korupsi pun diperingati oleh negara-negara di dunia setiap tanggal 9 Desember dengan istilah Hari Anti Korupsi Sedunia atau disingkat Hakordia.
Hari Anti Korupsi Sedunia pertama kali ditetapkan pada tangal 9 Desember 2003 setelah Konvensi PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tanggal 31 Oktober tahun 2003. PBB pun menetapkan Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember. Hingga hari ini peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tepat 16 tahun di peringati. Namun miris, korupsi semakin mewabah.
Di Indonesia, kata korupsi tidak asing lagi. Bahkan, kata anti korupsi
sudah tertanam ke dalam benak pelajar setingkat Sekolah Dasar. Lalu
bagaimana korupsi masih tumbuh subur? Sederhana, untuk membasmi korupsi hanya dibutuhkan komiten dari negara. Komitmen tersebut harus diimplementasikan dengan menegakkan konstitusi setinggi-tingginya dalam negara.
Beberapa waktu lalu, ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Dr. Anwar Usman,SH,MH di Kabupaten Kepulauan Anambas, menggelar seminar dengan tema “Membumikan Konstitusi di Perbatasan NKRI” dalam peringati HUT Korpri. Sebuah seminar yang layak untuk disimak.
Dengan membumikan konstitusi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentunya diharpkan praktek-praktek korupsi dapat dibumihanguskan disegala lini, baik itu di tingkat elite, lembaga negara, pemerintahan hingga ke lembaga penegak hukum.
Membunuh korupsi harus dimulai dari atas, seperti ditingkat elite pemerintahan, penegak hukum bahkan menyusul ke parlemen. setelah itu baru menyusul ke bawah seperti pelaku-pelaku korupsi kelas teri.
Selain lembaga yang dibentuk negara dalam pemberantasan korupis, peran
Pers seharusnya berdampak secara signifikan dalam membunuh korupsi itu sendiri. Pers semakin mendapat tempat di konstitusi negara sejak era reformasi 1998 hingga lahirlah undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Undang-undang Pers merupkan undang-undang yang dibuat istimewa tidak ada turunan undang-undangnya atau istilah lain ia disebut Lex Specialis. Namun masih penuh pro dan kontra terhadap pengakuan itu.
Dalam perjalanannya, tidak sedikit pekerja pers mengalami kiriminalisasi oleh oknum penegak hukum. Bahkan, kasus pembunuhan terhadap pekerja pers yang sering mengkritik pemerintah hingga membongkar perbuatan busuk para
pelaku koruptor masih acapkali terjadi. Hingga saat ini kasus pembunuhan itu sebagian belum terungkap. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi sejarah
pers tanah air. Artinya, saat ini konstitusi belum dapat menjamin kebebasan pers dalam memerangi korupsi di negeri ini. “Maut tidak dapat dihindar, jaminan konstitusi menjadi harapan”.
Konstitusi (bahasa Latin: constituante) atau Undang-undang Dasar atau disingkat UUD dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum. Istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara (Wikipedia).
Peraturan dan perundang-undang perlu diawasi setiap warga negara, jangan sampai undang-undang dan peraturan yang dibuat seperti oret-oretan di atas kertas. Contoh baru-baru ini, kabarnya Kejaksaan Agung resmi membubarkan Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) di tingkat Pusat dan Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan
Daerah ( TP4D). Hal ini dilakukan karena berbagai keluhan yang disampaikan pihak investor dan kontraktor kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam pemberitaan media, beberapa oknum Jaksa di OTT KPK terkait kasus suap fee proyek. Modus permainan oknum Jaksa ini terbilang cukup rapi, diantaranya dengan melakukan pertemuan malam hari, hingga pertemuan di luar daerah bersama instansi pemerintah dan rekanan proyek yang dikawal. Tentunya pertemuan-pertemuan diluar kewajaran itu, patut diduga syarat dengan berbagai kepentingan.
Selamat Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia)
Penulis: Fitrahadi ( 9 Desember 2019)
Wartawan Utama