Kapal ikan asing diledakkan. (ANTARA FOTO/M N Kanwa/Ilustrasi)
Persoalan-Kapal tangkap ikan milik asing dengan nelayan lokal di laut Indonesia semakin memanas. Khususnya, nelayan Anambas-Natuna. Kapasitas kapal dan pengunaan teknologi tangkap ikan dari asing, menjadi “senjata” mematikan bagi ke sinambungan kehidupan nelayan setempat.
Beberapa waktu lalu, 228 orang anak buah kapal asal negara Vietnam ditangkap diperairan laut Natuna Propinsi Kepri. Hal ini menandakan, laut Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) menjadi sasaran empuk bagi pelaku ilegal fishing dari negara tetangga.
Lalu, bagaimana peran negara dalam mengatasi persoalan pencurian ikan yang seharusnya menjadi milik rakyat Indonesia ?.
Melalui Kemeterian Kelautan dan Perikanan, Menteri Susi Pudjiastuti telah membuktikan negara hadir dalam upaya menghentikan kejahatan ilegal fishing dengan Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan.
Undang-Undang itu menjadi senjata ampuh bagi menteri Susi menenggelamkan kapal asing yang di tangkap pihak terkait. Tindakan ini, dianggap cukup tegas bagi negara.
Kebijakan penenggelaman Kapal asing yang disita negara ternyata meninggalkan persoalan baru. Dari sekian banyak kapal yang sudah ditenggelamkan terdapat beberapa kapal asing itu masih mengapung dipermukaan dan hanyut terbawa arus. Serpihan kapal itu masih terlihat di sekitar laut Kabupaten Kepulauan Anambas hal itu dikhawatirkan dapat memicu kecelakaan.
Meskipun kebijakan tersebut sudah berlangsung lama, fakta berkata lain. Kejahatan ilegal fishing tidak menurun, bahkan, kerugian negara akibat perbuatan ilegal Fishing semakin meningkat tajam setiap tahunnya.
Berdasarkan data Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam kejahatan ilegal fishing pada tahun 2017 mencapai 74 kasus dan 36 kasus yang ditangani di pangkalan PSDKP Batam. Kerugian Negara sekitar 5,2 triliun dari 440 ton ikan yang dicuri nelayan asing dilaut Kepri.
Tingginya angka kerugian negara akibat ekploitasi ikan oleh asing di laut Kepri itu membuat nelayan lokal mati secara perlahan. Untuk itu Menteri Perikanan masih perlu meningkatkan pengawasan ekstra ketat dalam menanganinya.
Akibat berlarutnya persolan ini, pendapatan nelayan lokal semakin menurun. Ditambah lagi, ancaman keselamatan para nelayan lokal di laut semakin terancam.
Kebijakan bantuan kapal dari kementerian dengan ukuran 35 gross tone dengan sistem pilot project sudah sangat tepat. Akan tetapi, pemerintah harus lebih selektif dalam memberikan bantuan kapal tangkap kepada kelompok nelayan lokal. Sehingga, program bantuan tersebut benar-benar tepat sasaran.
Selain bantuan kapal dari kementerian, ada baiknya jika pemerintah menghibahkan kapal asing yang disita negara kepada kelompok nelayan. Tentunya dengan regulasi yang ada.
Menjaga laut Natuna-Anambas dari pencurian ikan oleh asing tidak cukup jika hanya dibebankan kepada pemerintah. Pemberdayaan masyarakat nelayan sekaligus sebagai patroli laut, salah satu langkah yang paling tepat.
Bersaing dengan aramada yang layak, para nelayan mampu melaut hingga ke perbatasan Indonesia. Terlebih, jika nelayan diberikan pembinaan, terkait tata cara memberikan informasi kepada pihak yang berwenang jika ada pelanggaran zona tangkap yang dilakukan asing.
Tajuk Editorial Metrosidik.co.id.
Tanggal,12 Desember 2018.
Penulis: Fitra