METROSIDIK.CO.ID — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, bahwa varian Omicron telah ditemukan atau diidentifikasi di 77 negara. Temuan ini membuat WHO memperingatkan ancaman varian virus baru yang sangat cepat menyebar.
“(Varian) Omicron menyebar dengan kecepatan yang belum pernah kami lihat pada varian sebelumnya,” ungkap Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dari NPR, Rabu (15/12/2021).
Saat mengumumkan penemuan varian Omicron yang telah menyebar di 77 negara, pejabat WHO itu menjelaskan adanya kemungkinan bahwa varian Omicron sudah menyebar di sebagian besar negara di dunia, meskipun belum terdeteksi.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pagi tadi baru mengumumkan kasus pertama varian Omicron di Indonesia.
“Kementerian kesehatan tadi malam mendeteksi ada seorang pasien inisal N terkonfirmasi (varian) Omicron pada tanggal 15 Desember,” ungkap Budi dalam konferensi pers, Kamis (16/12/2021).
Menurut dia, data pasien tersebut sudah dikonfirmasikan ke GISAID, dan sudah dikonfirmasikan kembali oleh GISAID bahwa memang laporan ini adalah varian Omicron.
Pasien berinisial N adalah salah satu pekerja pembersih di Rumah Sakit Wisma Atlet.
Pada laporan awal, WHO menyebut varian Omicron “lebih ringan” dibandingkan varian Delta maupun varian Alpha.
Namun, jumlah mutasi varian Omicron yang sangat tinggi memicu kekhawatiran bahwa varian virus baru ini justru lebih menular daripada varian sebelumnya. Selain itu, varian B.1.1.529 ini juga dikhawatirkan tidak mampu dilawan oleh vaksin Covid-19 yang saat ini tersedia.
Sementara ini, Afrika Selatan mencatat bahwa infeksi varian Omicron hanya menyebabkan sedikit pasien yang dirawat inap. Kendati demikian, para ahli memperingatkan bahwa kondisi tersebut mungkin berbeda bagi setiap negara.
Mereka menegaskan, karena tingkat penularan virus yang tinggi maka petugas kesehatan harus bersiap menghadapi peningkatan gelombang kasus Covid-19.
“Bahkan jika (varian) Omicron tidak menyebabkan penyakit yang terlalu parah, banyaknya jumlah kasus, sekali lagi dapat membuat sistem kesehatan tidak siap (menghadapinya),” tutur Tedros.
Tedros mengkhawatirkan, dengan munculnya varian Omicron yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada 24 November lalu ini memicu penimbunan vaksin Covid-19 di berbagai negara, termasuk negara maju yang tengah menjalankan vaksin dosis ketiga.
“Biar saya tegaskan, WHO tidak menentang (program vaksin) booster. Kami menentang ketidakadilan. Memberikan booster kepada kelompok dengan risiko rendah atau risiko kematian rendah hanya membahayakan nyawa mereka yang berisiko tinggi, yang masih menunggu vaksin dosis utama mereka,” paparnya.
Pasalnya, menurut dia ada kesenjangan besar pada sistem vaksinasi di setiap negara di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan, sebanyak 41 negara masih belum dapat melakukan vaksinasi terhadap 10 persen dari populasi mereka. Sementara, sebanyak 98 negara belum mencapai 40 persen target vaksinasi.
Di samping itu, Tedros mengimbau kepada masyarakat dunia yang belum, maupun sudah divaksin untuk tetap melakukan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, hingga menjaga kebersihan dengan mencuci tangan.
“Vaksin saja tidak akan membuat negara mana pun keluar dari krisis (pandemi) ini,” tandasnya.