JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Langkah-langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam dua tahun terakhir sangat menarik karena keberaniannya mendobrak kebekuan penegakan hukum, utamanya dalam pengusutan kasus-kasus korupsi. Hingg hari-hari terakhir ini para penyidik Kejaksaan Agung tampak sibuk memeriksa dan mengusut berbagai pihak yang terlibat kasus korupsi.
Langkah-langkah kejaksaan setelah dipimpin ST Burhanuddin memberi harapan menguatnya penegakan hukum Ketika lembaga lain justru cenderung melemah. Kejaksaan kini bukan hanya menangani kasus-kasus korupsi di sejumlah BUMN, seperti Jiwasyara, Asabri, Garuda Indonesia, Krakatau Steel dan LPEI, melainkan juga pengadaan satelit milik Departemen Pertahanan.
Kita mencatat kesigapan para penyidik meski harus menggeledah kantor pemerintah, seperti Kementrian Perdagangan dan Kementrian Perindustrian, dalam upaya menemukan dokumen terkait korupsi impor besi dan baja. Menurut Kapuspenkum Ketut Sumedana, penggeledahan dilakukan dalam rangka mencari alat bukti tambahan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi impor besi dan baja tahun anggaran 2016-2021.
Jampidsus Febrie Adriansyah pernah menerangkan, kasus dugaan korupsi impor baja, terkait dengan pemanfaatan program Pembangunan Strategis Nasional (PSN). Terjadi penyimpangan dalam peemanfaatan program PSN tersebut sehingga merugikan perekonomian negara. Impor baja dan besi tersebut dilakukan dengan modus operandi suap dalam pemanfaatan izin impor oleh swasta, namun melebihi batas yang ditentukan.
Direktur Penyidikan di Jampidsus, Supardi juga pernah mengungkapkan, selain dilakukan di lingkungan Kemendag, modus suap tersebut juga disinyalir terjadi di Kemenperin dan di Ditjen Bea Cukai, Kemenkeu. Supardi menerangkan, proyek PSN sebetulnya memberikan izin kepada pihak swasta melakukan impor besi dan baja dengan batas tertentu. Namun pihak swasta melebihkan baja dan besi yang diimpor dari Cina dan India, serta beberapa negara lainnya untuk memperkaya diri sendiri. Melebihkan barang masuk tersebut, diduga dengan memberikan sesuatu kepada sejumlah pejabat di kementerian-kementerian tersebut.
Kita mengapresiasi langkah-langkah Kejaksaan Agung yang terkesan tanpa kompromi, yang bisa mengembalikan citra dan kredibilitas institusi tersebut. Langkah serupa pernah dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun lalu, sebelum revisi UU Pemberantasan Korupsi dan kepemimpinan sekarang. KPK pada masa lalu sangat kredibel dengan kualitas penyidik andal, yang tak segan menyeret pejabat tinggi setingkat Menteri ke meja hijau.
Kini keadaan tampak sudah berubah. Sebuah survey terakhir yang diselenggarakan oleh Politika Research & Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) menunjukkan hasil skor KPK di mata publik makin menurun. Melalui survei Key Opinion Leader (KOL), para tokoh yang tersebar di 34 provinsi, memperlihatkan skor KPK kini berada di bawah Polri dan Kejaksaan Agung.
Faktor kepemimpinan tampaknya sangat mempengaruhi kinerja lembaga. Misalnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mencanangkan Polisi Presisi telah menumbuhkan kepercayaan publik yang secara berangsur pulih. Demikian pula dengan ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung yang berusaha mengembalikan marwah instuitusinya sehingga memperoleh kepercayaan lebih baik.
Kejaksaan Agung memang tidak melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) seperti dilakukan KPK, namun terlihat konsisten dan tegas dalam memproses perkara korupsi yang ditangani. Kita tentu mengharapkan tidak terjadi “masuk angin” karena bisa menggembosi dinamika penegakan hukum yang sedang digalakkan.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak pernah mengatakan kinerja Kejaksaan Agung sudah semakin membaik namun masih perlu penguatan. “Perkembangan kinerja kejaksaan sekarang semakin baik, tetapi perlu ada penguatan yang signifikan,” ujar Barita dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Kita berharap dengan telah disahkannya revisi UU Kejaksaan semestinya kinerja lembaga ini terus meningkat, terlepas dari siapa yang akan memimpinnya nanti. Kejaksaan kini memiliki tambahan kewenangan termasuk mengenai pemulihan asset, kewenangan bidang intelijen, termasuk penyadapan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat berharap kinerja kejaksaan terus membaik di masa-masa mendatang sehingga penegakan hukum bisa dijalankan dengan baik. Salah satu contoh yang disambut masyarakat adalah pemberlakuan keadilan restoratif (restorative justice) yang belakangan ini makin banyak dilakukan Kejaksaan Agung. Cukup banyak kasus-kasus pidana ringan yang dilimpahkan polisi, atas pertimbangan yang bisa dipertanggungjawabkan, oleh kejaksaan dihentikan penuntutannya. Ini sebuah terobosan baru yang lebih memberikan rasa keadilan.