Tanah Pantai
Bagaimana Pengaturan Terkait Dengan Hak Atas Tanah ?
Oleh Johari, SH, CN, MSi
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termasuk dalam UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada negara
untuk : mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
-menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (vide UUPA, pasal 4 ayat 1).
Harus dipahami dengan cermat bahwa tanah yang berada di dalam radius sempadan pantai bukan objek hak atas tanah dan tidak dapat dijadikan sertifikat hak (disertifikatkan) untuk korporasi swasta (privat kecuali untuk keperluan tertentu yang sudah mendapat ijin, misalnya kepentingan pembangunan pelabuhan dan lain-lain).
Sempadan pantai ditentukan 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pantai masuk dalam kewilayahan pesisir yaitu daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Menurut Dr. Gunanegara: “tanah yang masih berada di dalam daerah sempadan pantai atau wilayah pesisir, apalagi tanah yang masih berupa laut, bukan objek hak atas tanah. Tanah yang masuk di daerah sempadan pantai dapat diberikan sertipikat Hak Pakai jika peruntukannya untuk usaha tambak yang memang harus di pantai tepi laut, tentu harus ada ijin lokasi dari Bupati/Walikota. Bisa juga diberikan HGB atau Hak Pakai jika tanah-tanah yang diperuntukkan sebagai pelabuhan.”
Pengaturan pemilikan tanah sempadan pantai bukan instrumen hukum untuk pengambilalihan kepemilikan orang atau tanah yang sudah ada sebelumnya, akan tetapi pengaturan penggunaan dan pemanfaatan tanah sempadan pantai dan kepemilikan baru.
Bagimana pula status sertifikat tanah hak milik yang terlanjur terbit sebelumnya ternyata sebagian tanahnya berbatasan langsung dengan pantai? Apakah harus dilakukan pemisahan dan/atau perubahan status hak milik menjadi hak pakai untuk bagian tanah yang berbatasan degan pantai saja?
Terkait dengan hal tersebut dapat dipedomani Putusan Pengadilan Negeri Majene, Nomor: 09/Pdt.G/2013/PN.M tanggal 25 Februari 2014: bahwa kepemilikan lama yang ada sebelum keluarnya regulasi tentang sempadan pantai tetap diakui, hanya saja pemohon sertipikat Hak Milik yang baru harus memperhatikan adanya reklamasi pantai dan tanda garis sempadan pantai.
Dalam pemberian izin lokasi terkait dengan tanah-tanah di sempadan pantai yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota juga harus memperhatikan AMDAL dan izin Kementerian yang terkait.
“Jadi saran saya sebaiknya tanah hak milik yang terlanjur diterbitkan BPN sebelumnya dan berada dalam jarak 100 meter dari pinggir pantai harus dipisahkan dan/atau dilakukan perubahan status hak milik menjadi hak pakai, guna menghindari terjadinya komplikasi hukum terkait ketentuan penggunaan tanah pantai atau dapat juga dilepaskan haknya oleh pemegang hak untuk dijadikan publik area.”
Perlu diingat juga ada ketentuan larangan untuk menerbitkan izin lokasi pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan dan pantai umum, sebagaimana disebutkan dalam pasal 17 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang rumusannya: “Ijin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, air laut, kawasan pelabuhan dan pantai umum.”
Demikianlah untuk menjadi perhatian agar dapat difahami secara seksama oleh stake holder daerah, supaya tidak salah dalam menerbitkan alas hak/SKGR atas tanah-tanah pantai atau tanah yang berbatasan langsung dengan pantai. Pantai harus diperuntukkan sebagai publik area, penggunaannya limitatif dan terbatas hanya dapat digunakan dalam kepentingan umum dan pertahanan negara. Apalagi status kawasan dimaksud bertentangan pula denga tataruang alias termasuk kawasan terlarang (kuning, ungu, hijau) yg belum diputihkan.
Penulis: Johari, SH, CN, MSi (Ketua Pengwil IPPAT RIAU & Koord Akademik PP IPPAT).