Catatan Kritis Wartawan

Fitra (Pempred/Metrosidik.co.id)

Wartawan sejatinya orang yang bekerja mengumpulkan informasi, mengolah, lalu menulisnya dengan kaedah jurnalistik sebagai informasi yang bermanfaat dan mendekati kebenaran. Hanya mendekati kebenaran, karena kebenaran yang hakiki hanya milik yang maha kuasa. Profesi ini tentunya perlu keahlian, dan dipastikan orang yang melakukan pekerjaan ini merupakan kaum cendekiawan.

Saya mencoba menterjemahkannya dengan catatan kritis tentang pendapat bahwa wartawan sebuah pribadi yang paradoks. Contohnya “Kalau mau kaya jangan jadi Wartawan. Kalau tidak punya nyali jangan jadi wartawan”. Memang, jadi wartawan jangan berharap kaya, memang jadi wartawan bukan untuk mengerjar kekayaan.

Profesi wartawan merupakan pilihan hidup, bukan karena tidak ada pekerjaan atau sekedar ikut-ikutan. Bertemu pejabat, berteman pejabat, dekat kekuasaan bukanlah sebuah kebanggaan, melainkan itu hanya bagian dari proses mengumpulkan informasi bertemu narasumber yang kebetulan pejabat publik.

Lebih kritis saya berpendapat, bahwa wartawan harus mampu melampaui kekuasaan, sehingga fungsinya sebagai kontrol sosial dapat dilaksanakan. Bukan malah ikut-ikutan menjadi bagian kekuasaan, apalagi menempatkan diri menjadi centeng kekuasaan demi memperoleh anggaran belanja iklan.

Moral menjadi pondasi utama bagi seorang wartawan agar bekerja dengan hati nurani tanpa pamrih. Kepentingan sosial dan kemanusiaan tidak bisa ditawar-tawar bagi wartawan. Saya semakin kritis berpendapat, wartawan tanpa moral hanyalah sampah bagi publik.

Belakangan, oknum wartawan tak ubah seperti tape recorder atau istilah lain seperti papan tulis yang dengan leluasa
dapat diatur-atur pihak-pihak yang berkepentingan untuk memberikan informasi yang sama sekali tidak bermanfaat.

jasa website rumah theme
Baca juga  KPU Anambas Gelar FGD Bersama Insan Pers

Pos terkait