JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap pemerintahan Aung San Syu Kyi adalah murni masalah internal di Myanmar. Hikmahanto menyebut Piagam ASEAN di Pasal 2 ayat 2 huruf e disebutkan bahwa negara-negara ASEAN tidak akan melakukan intervensi (non-interference) dalam masalah domestik suatu negara.
“Oleh karenanya sikap Indonesia adalah menghormati hal ini dengan tidak melakukan apa-apa sampai ada kepastian dari pemerintah yang sah,” kata Hikmahanto lewat pernyataan tertulis, Senin (1/2/2021).
Hikmahanto mengatakan Indonesia saat ini sebaiknya tidak perlu membuat pernyataan apapun yang bisa dipersepsi oleh pemerintahan yang mengudeta sebagai campur tangan.
“Indonesia cukup mengamati perkembangan situasi di Myanmar sembari memberi peringatan kepada WNI yang ada di Myanmar maupun yg akan berpergian ke Myanmar,” kata Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani, Cimahi.
“Yang pasti Indonesia tidak bisa turut campur dalam urusan dalam negeri Myanmar,” tandasnya.
Menurut Hikmahanto, pemerintah Indonesia harus membiarkan pemerintahan kudeta melakukan konsolidasi. Tentu hal tersebut tidak akan dilakukan oleh negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Inggris. Sebaliknya, mereka akan mengecam tindakan pemerintahan kudeta karena peralihan kekuasaan tidak dilakukan secara demokratis.
“Tentu kalau nanti ada perlawanan dari masyarakat Myanmar dan akhirnya Suu Ki berkuasa lagi ini akan beda cerita,” katanya.
Hikmahanto menyebut jika kudeta oleh militer yang menggunakan senjata maka hanya masyarakat internasional yang bisa menekan agar Suu Ki kembali berkuasa. Contohnya, melakukan embargo ke Myanmar bila pemerintahan kudeta tidak segera mengembalikan kekuasaan ke Syu Kyi.
Namun, proses tersebut disadari akan banyak mengalami kendala karena dunia sedang berkonsentrasi untuk menangani pandemi Covid-19.
“Akhirnya memang lebih tepat bagi Indonesia bila membiarkan proses di Myanmar berjalan dan menahan diri untuk bersikap dan berkomentar,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto menambahkan kudeta adalah proses pengambilalihan pemerintahan yang sifatnya inkonstitusional. Pada saatnya menjadi pertanyaan apakah pemerintahan yang baru akan diakui oleh negara-negara atau tidak, termasuk oleh Indonesia.
Menurutnya, pengakuan tidak perlu dengan suatu pernyataan tapi cukup dengan adanya jalinan kerja sama.
“Misalnya, jika ada pertemuan negara anggota ASEAN maka yang diundang dan hadir adalah pemerintahan yang melakukan kudeta. Artinya, sudah ada pengakuan terhadap pemerintahan baru di Myanmar,” kata Hikmahanto.
Sumber: