Pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama dunia dipengaruhi oleh optimisme terhadap pemulihan ekonomi global pada tahun 2021. “Sehingga ini kemudian mendorong penurunan permintaan aset safe haven termasuk dolar AS dan US Treasury,” kata Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (5/1).
Imbal hasil alias yield US Treasury dengan tenor 10 tahun naik sekitar 2 basis poin menjadi 0,93%. Peningkatan sejalan dengan harapan penanganan Covid-19 di berbagai negara dunia mengingat vaksinasi yang mulai dijalankan di sebagian besar negara saat ini, meskipun jumlah kasus virus corona di berbagai negara masih terus meningkat.
Josua menilai, sentimen yang mendukung tersebut mendorong permintaan aset keuangan yang lebih berisiko, termasuk aset keuangan berdenominasi rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan hari pertama 2021 menguat 2,1% atau 126 poin ke level 6.105, sedangkan yield Surat Berharga Negara dengan tenor 10 tahun tercatat turun 2 bps menjadi 5,87%. IHSG pun kembali menguat pada perdagangan hari ini sebesar 0,53% ke posisi 6.137.
Beberapa faktor fundamental yang mempengaruhi penguatan rupiah, antara lain daya tarik aset keuangan rupiah terutama SBN yang tetap menarik. “Apalagi, mempertimbangkan selisih real yield dari risk free asset Indonesia yang sangat bersaing jika dibandingkan dengan aset keuangan negara berkembang lainnya atau bahkan negara-negara yang memiliki sovereign rating yang serupa,” kata dia.
Selain itu, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mengalami pemulihan relatif lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya mendorong differential growth yang tetap menarik. Dengan demikian, investor asing diramal kembali masuk ke pasar keuangan negara berkembang termasuk pasar keuangan domestik pada tahun ini.
Pada tahun 2020 lalu, investor asing membukukan net sell di pasar saham sekitar US$ 3,22 miliar sementara kepemilikan investor asing pada SBN menurun sekitar US$ 4,75 miliar. Dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik dengan prospek pemulihan ekonomi tahun 2021 yang diperkirakan akan terus berlanjut, maka aliran modal asing akan masuk ke pasar keuangan domestik. Hal tersebut akan mendorong suplai valas yang pada akhirnya menyebabkan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah pada tahun ini.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam memproyeksi mata uang Garuda akan menguat dalam rentang Rp 13.500-13.750 per dolar AS pada tahun 2021. Faktor pendorong penguatan yakni utamanya berasal dari likuiditas global yang berlimpah. Di sisi lain, suku bunga global saat ini juga mendekati nol. “Ini yang membuat yield SBN nampak menarik,” ujar Piter kepada Katadata.co.id, Selasa (5/1).