Legislator Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng

Legislator Usul Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng
Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus (Foto: ANTARA/HO-Fauzi Lamboa)

 

Sementara CPO yang dihasilkan melalui kebijakan DMO tersebut ke pabrik minyak goreng, tidak tersalurkan karena di tingkat distributor terjadi kebocoran dalam bentuk penimbunan, spekulasi, dan penyeludupan.

“Hal inilah yang memicu kelangkaan, kenaikan harga dan akhirnya menyebabkan “panic buying” di tengah-tengah masyarakat. Saya tidak melihat paket kebijakan yang ada itu menjawab persoalan mendasar,” ujar Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Utara tersebut.

Dia menjelaskan kebutuhan bahan baku minyak goreng itu hanya 5,7 juta ton, sementara produksi mencapai 51 juta ton dalam bentuk CPO dan PKO. Artinya kebutuhan itu hanya 10 persen dari total produksi alias barangnya lebih dari cukup.

Baca juga  PPKM Mikro Diperpanjang Lagi Sampai 14 Juni 2021

“Persoalannya adalah tata niaga dan penegakan hukum, itu inti masalahnya. Tata Niaga itu berarti harus dimulai sejak penentuan harga TBS, harga, dan pasokan CPO, mekanisme distribusi dan harga ketika sampai di tingkat konsumen. Jika rantai pasok bahan baku dan distribusi produk tidak diawasi, penegakan hukumnya lemah maka persoalan tidak akan pernah selesai,” papar Deddy.

Dalam konteks itu, Deddy mengaku sungguh tidak habis pikir dengan belum selesainya masalah ini karena kerangka hukum dan regulasi tentang minyak goreng sudah cukup jelas.

Baca juga  Legislator: Pemerintah Perlu Percepat Bangun Jaringan Gas, Antisipasi Kenaikan Elpiji 3 Kg

Pasal 25, UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan secara jelas mengatakan bahwa minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang ketersediaan harus dikendalikan pemerintah dan pemerintah daerah agar selalu tersedia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.

Perpres No. 72/2015 dan Perpres No. 59/2020 memberikan kewenangan bagi Kementerian Perdagangan dalam menetapkan dan menyimpan barang pokok dan barang penting lainnya. Termasuk dalam hal menetapkan kebijakan harga, mengelola stok, logistik, mengelola ekspor, dan impor.

Baca juga  Dinkes Duga Varian Baru Covid-19 Sudah Beredar di Batam

Oleh karena itu, Deddy mempertanyakan mengapa saat ini masalah tata niaga justru diambil alih oleh Kementerian Perindustrian.

“Saya khawatir bahwa kebijakan yang diambil saat ini tidak sejalan dengan UU dan regulasi yang ada, tidak akan menyelesaikan persoalan dan berpotensi menimbulkan masalah baru,” demikian Deddy Yevri Sitorus.

 

jasa website rumah theme

Pos terkait