“Bahwa memajukan pemilu atau mengundurkan pemilu sudah pernah terjadi di bangs akita dan itu bukan suatu yang haram. Jadi itu, persoalan kebutuhan saja kok. Mana yang paling prioritas,” kata Bahlil Lahadalia.
“Waktu itu kita enggak melakukan perubahan UUD 1945. Perubahan UUD 1945 ada setelah hasil pemilu, kalau tidak salah. Di orde lama pun demikian, terjadi krisis konstitusi, muncul dekrit segala macam, kembali ke UUD 1945, bubarkan RIS, kemudian pemilu beberapa kali enggak ada. Jadi sudah pernah terjadi,” terang Bahlil Lahadalia.
Diketahui, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebutkan tren dukungan Jokowi kembali menjadi capres di Pilpres 2024 terus meningkat. Pada September 2021, hanya 27,5% responden yang mendukung Jokowi untuk maju pada periode ketiganya.
Namun, dukungan ini meningkat dalam dua survei terakhir, yakni pada November 2021 dengan tingkat dukungan berada pada angka 38,4% dan pada Desember 2021 kembali meningkat menjadi 40%. Tren peningkatan ini tidak berbeda jauh dengan dukungan publik terhadap perpanjangan masa jabatan presiden untuk tiga periode.
Pada September 2021, hanya 23,9% responden yang mendukung wacana masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode. Namun, dalam dua survei terakhir, dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden mengalami peningkatan yang signifikan. Pada November 2021, yang setuju masa jabatan presiden diperpanjang tiga periode naik menjadi 35,6% dan kembali naik pada Desember 2021 menjadi 38,6%.