Arsul Sani: Semua Fraksi MPR Tidak Pernah Bicara Mengenai 3 periode Jabatan Presiden

Arsul Sani Semua Fraksi MPR Tidak Pernah Bicara Mengenai 3 periode Jabatan Presiden
Wakil Ketua MPR Arsul Sani. (Foto: dpr.go.id)

METROSIDIK.CO.ID, JAKARTAWakil Ketua MPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani menjelaskan bahwa awal mula usulan wacana Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berawal dari hasil kajian secara terbatas berupa rekomendasi terkait pengenalan sistem ketatanegaraan oleh MPR pada periode sebelumnya. Menurut Arsul, saat ini wacana Amandemen UUD 1945 diwujudkan dengan memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang menjadi payung hukum.

“MPR yang lalu meminta melakukan pendalaman isu-isu lainnya untuk dijadikan diskursus tentang amendemen,” kata Arsul kepada wartawan, Rabu (18/8/2021).

Arsul mengatakan, rekomendasi dari MPR periode sebelumnya kemudian dilakukan pedalaman secara terbatas mencakup beberapa hal dalam PPHN untuk melakukan pendalaman isu-isu dalam amandemen UUD 1945.

Baca juga  Terkait Permintaan MPR agar Menkeu Sri Mulyani Dicopot, Ini Reaksi Istana

“Tapi itu baru pendalaman. Apa contohnya, soal penataan kewenangan DPD, soal penguatan sistem, tetapi bukan penambahan periode masa jabatan presiden, kemudian kekuasaan kehakiman. Itu hal-hal yang direkomendasikan MPR yang lalu untuk didalami,” kata dia.

Kemudian terkait adanya kekhawatiran materi selundupan yang secara tiba-tiba muncul, politikus PPP ini menjawab jika hal tersebut tidak akan terjadi. Karena dalam amandemen seluruh materi yang sudah sedari awal disepakati pembahasannya oleh anggota MPR tidak bisa berubah, dan berbeda dengan mekanisme Rancangan Undang-Undang (RUU).

“Misalnya, yang diajukan mininum dua per tiga anggota MPR yang mengusulkan tidak ada otak-atik soal masa jabatan presiden, maka tidak boleh ada tiba-tiba MPR membahas soal itu. Ini yang menjadikan bahwa kekhawatiran terbukanya kotak Pandora itu, karena banyak yang asumsikan bahwa proses amendemen UUD sama dengan amendemen UU biasa,” katanya.

Baca juga  Kapolri Akhirnya Cabut ST Soal Larangan Media Siarkan Kekerasan Polisi

“Tapi kan bisa kotak Pandora itu dibuka dalam arti disiapkan naskahnya, tapi itu akan patah duluan, karena belum apa-apa orang akan ramai duluan. Setahu saya tidak ada parpol ataupun fraksi yang secara formal, secara informal saja untuk membahas penambahan periode presiden ditambah itu tidak ada. Jadi jangan dijadikan sebagai sebuah kekhawatiran,” lanjutnya.

Lantas terkait adanya wancana penambahan periode masa jabatan Presiden, Arsul menilai hal itu sah sebagai negara demokrasi. Sehingga jika ada yang tidak sepakat dengan hal tersebut silakan menjawabnya dengan argumentasi.

“Ya kita memang negara demokrasi tidak bisa dilarang, tidak bisa kemudian diproses hukum pidana (pihak yang usulkan penambahan periode presiden). Itu hanya bisa kita imbangi, kita tandingi dengan tidak sesuai dengan semangat reformasi. Karena semangat reformasi antara lain dari tak terbatas menjadi dua periode,” terangnya.

Lebih lanjut terkait sikap PPP, Arsul menyampaikan pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya revisi dalam konstitusi. Terlebih, amandemen bukanlah suatu yang baru, tercatat sudah empat kali Indonesia melakukan amandemen.

Baca juga  Sidang Ke-4 PMH terhadap Dewan Pers, Penggugat Mempertanyakan Kedudukan Sarundajang Rangkap Jabatan

“Tidak ada negara yang menutup konstitusinya. Tapi yang diubah adalah konstitusi, bukan UU, maka enggak boleh juga sembarangan, enggak boleh grasak-grusuk. Maka kata kuncinya apa menurut PPP maka ruang partisipasi publik harus dibuka lebar,” ucapnya.

“Jadi saya kira nanti kekuatan politik yang terpresentasikan Fraksi-Fraksi di MPR itu sepakat mengusulkan amendemen untuk PPHN tadi maka tetap partisipasi publik harus dibuka,” tandasnya.

 

MPR Ngotot Amandemen 1945

Sebelumnya, wacana soal amandemen UUD1945 telah di singgung Bamsoet saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu. Dia menyebut amandemen konstitusi hanya akan terbatas dan hanya fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.

“Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak Pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya,” kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (16/8).

Pasalnya, Bamsoet menyebut, PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50-100 tahun mendatang.

“50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi,” ungkapnya.

Baca juga  PDIP Tolak Wacana Perubahan Jabatan Presiden Tiga Periode

Keberadaan PPHN, lanjutnya, tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

“PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat electoral,” tandasnya.

 

MPR Sudah Punya Susunan Rencana Soal Waktu Amandemen UUD

Bamsoet menyampaikan jika MPR telah memiliki susunan rencana atau time table terkait waktu kapan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 akan mulai dilakukan.

“Ada, berdasarkan rapat kami dengan badan pengkajian dan pimpinan ada time table nya,” kata Bamsoet kepada wartawan, Rabu (18/8/2021).

Walau tidak dijelaskan secara rinci kapan waktu dimulainya, Bamsoet mengklaim jika proses mekanismenya akan dijalankan sesuai pasal 37 UUD 1945. Sebagaimana pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Baca juga  Gus Baha: Hal Substansial Pimpinan MPR Berpolitik untuk Kemaslahatan Publik

Sedangkan untuk mengubah pasal-pasal sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% +1 dari seluruh anggota MPR.

“Dan itu dokumen harus jelas alasannya, pasal ayat mana yg mau dikurangi atau ditambah. dengan argumentasi yang kuat. jadi harus awalnya didukung oleh sepertiga. Itu (tahapannya) belum kelar,” lanjutnya,” terangnya.

“Pengambilan keputusannya melalui suatu forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga. Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. kurang satu aja tidak bisa dilanjutkan,” lanjutnya.

Baca juga  PKB Sebut Jokowi Korban Wacana Presiden 3 Periode

Sehingga persyaratan tersebut sangat penting dipenuhi, karena jika tidak pembahasan Amandemen Terbatas UUD 1945 tidak bisa dilangsungkan. “Jadi kehadiran fisik dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kuorum dua pertiga,” jelasnya.

Lebih lanjut ketika sempat disinggung soal kemungkinan adanya wacana pembahasan tiga periode jabatan presiden dalam amandemen kali ini, Bamsoet mengatakan jika MPR tidak pernah membahas hal tersebut.

“Kami tidak pernah bicara mengenai 3 periode (jabatan presiden) di MPR ini,” katanya.

 

 

jasa website rumah theme

Pos terkait