METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Rencana pemerintah bakal menerapkan tax amnesty jilid II atau pengampunan pajak menemui pro dan kontra. Sebagian kalangan pengusaha cenderung mendukung.
Ketua Bidang Keuangan & Perbankan Himpunan Pengusaha Mudah Indonesia (HIPMI) Ajib Hamdani menilai langkah ini mau tidak mau harus diambil akibat situasi yang tidak menentu. Cara ini bisa menggenjot pemasukan negara.
“Pemerintah perlu terobosan, sebuah jalan tengah terbaik dan saya pikir tax amnesty bisa menjembatani itu,” katanya dalam Power Lunch (Jumat, 21/05/2021).
Salah satu alasannya adalah rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio Indonesia yang masih tergolong rendah. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2017 pernah mengungkap bahwa tax ratio Indonesia merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.
Tahun lalu, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu memproyeksi rasio pajak turun cukup dalam menjadi 7,9% akibat pandemi Covid-19.
“Data 7,9% tax ratio itu kondisi yang sangat rendah, kita dengan PDB sebesar US$ 1,1 triliun atau Rp 15.430 triliun, seharusnya punya tax ratio yang lebih bagus,” sebut Ajib.
Upaya peningkatan tax ratio melalui cara ini terasa lebih realistis dibanding menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN yang saat ini ada di angka 10% saja terasa cukup tinggi, jika kian ditambah maka harga barang bisa lebih mahal, maka menyulitkan dunia usaha dan masyarakat di tengah kesulitan pandemi.
“Alternatif kenaikan PPN untuk menambah tax ratio saya nggak sepakat. Satu sisi dari sisi budgeting bisa sukses tapi memberatkan dunia usaha,” kata Ajib.