JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres mendorong agar dunia menerima para pengungsi Afghanistan, pasca direbutnya Kota Kabul oleh Taliban.
“Saya juga mendesak semua negara untuk bersedia menerima pengungsi Afghanistan dan menahan diri dari deportasi,” ucap Guterres dalam pertemuan PBB khusus membahas situasi Afghanistan yang digelar Dewan Keamanan PBB awal pekan ini.
Dikatakan, dalam situasi kritis di Afghanistan, dunia internasional diimbau untuk bersatu khususnya dalam memastikan penegakkan hak asasi manusia di negara itu.
“Pertama Kita harus berbicara dengan satu suara untuk menegakkan hak asasi manusia di Afghanistan. Saya menyerukan kepada Taliban dan semua pihak untuk menghormati dan melindungi hukum humaniter internasional serta hak dan kebebasan semua orang,” papar Guterres.
Menurut Guterres seiring dengan pendudukan Taliban di Ibu Kota Kabul, pihaknya menerima laporan adanya peningkatan kasus pelanggaran HAM terhadap perempuan dan anak perempuan.
“Kami menerima laporan mengerikan tentang pembatasan ketat terhadap hak asasi manusia di seluruh negeri. dan saya sangat prihatin dengan laporan tentang meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan, yang takut kembali ke hari-hari tergelap,” ungkapnya lagi.
Dunia menyaksikan betapa putus asa dan takutnya sebagian warga Afghanistan, pasca Taliban menduduki Kota Kabul dan mengumumkan kembalinya mereka untuk memerintah di negara itu.
Mereka yang takut bahkan memaksa untuk bisa melarikan diri menggunakan pesawat-pesawat asing yang tengah mengevakuasi warganya dari Afghanistan.
Pemerintah Inggris menyebut menerima sekitar 20.000 warga Afghanistan, dengan tahap awal menerima sekitar 5.000 orang untuk menetap dengan skema “pemukiman kembali”.
Anggota Parlemen Inggris Ian Blackford mengusulkan, jumlah pengungsi yang mungkin dapat diterima oleh Inggris mencapai 40.000 warga Afghanistan.
“Ini harus menjadi komitmen minimum untuk menyambut setidaknya 35.000-40.000 pengungsi Afghanistan ke Inggris,” desak Blackford saat rapat bersama Perdana Menteri Boris Johnson.
Kebangkitan Taliban di Afghanistan beberapa pekan terakhir, merupakan dampak dari keputusan Amerika Serikat untuk menarik penuh pasukan militernya setelah 20 tahun berperang di negara itu.
Kekacauan yang ditimbulkan oleh Taliban tidak dapat dihindarkan, yang kemudian berdampak pada ketakutan warga setempat.
Namun, Presiden Joe Biden menyebut pihaknya tidak tahu keputusannya itu akan menimbulkan kekacauan di Afghanistan.
“Tidak, saya tidak berpikir itu bisa ditangani dengan cara di sana, kita akan melihat ke belakang dan melihat tetapi gagasan bahwa entah bagaimana ada cara untuk keluar tanpa kekacauan yang terjadi. Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi. Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi,” ucap Biden saat wawancara khusus di ABC News baru-baru ini.
Pernyataan Biden itupun mendapatkan kritikan dari para politisi partai Republik.
Seperti Inggris, Kanada berencana untuk menerima 20.000 warga Afghanistan.
Reuters dalam laporannya menyebut warga Afghanistan yang akan diterima itu merupakan kelompok rentan termasuk pemimpin perempuan, pekerja hak asasi manusia dan wartawan.
Upaya tersebut merupakan tambahan dari inisiatif sebelumnya untuk menyambut ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah Kanada, seperti penerjemah, pekerja kedutaan dan keluarga mereka.
Selain mengevakuasi warganya, Amerika Serikat juga turut menyertakan warga Afghanistan yang bekerja sebagai penerjemah.
Setidaknya sejak Juli lalu sebanyak 2.000 penerjemah dan keluarga telah diterbangkan ke Amerika Serikat.
Dilansir Nytimes, lebih dari 15.000 warga negara Afghanistan, ditambah anggota keluarga, telah dimukimkan kembali di Amerika Serikat dengan visa imigran khusus, dari total 34.500 visa resmi.