Kedelapan, anggota yang bertugas sebagai staf yang bisa diganti pegawai negeri sipil (PNS) diatur lagi, manfaatkan sebanyak mungkin polisi bekerja operasional dan bukan staf.
Kesembilan, perlu penataan kembali soal aturan yang jelas tentang ajudan dan pengemudi. Dewasa ini masih banyak pemborosan anggota untuk tugas ini dan cenderung berlebihan. Walhasil muncul feodalisme sangat kuat.
Kesepuluh, perlu ditunjukkan secara nyata menghilangkan gaya hidup hedonisme di lingkungan Polri. Gaya hidup polisi yang hedonis selain akan menimbulkan antipati dari masyarakat, kemungkinan besar juga akan dimanfaatkan para pihak yang ingin merusak polisi serta memberikan gratifikasi dengan tentu saja meminta imbalan privilege atau keistimewaan-keistimewaan dari kasus yang dilakukannya yang bermuara dirasakan adanya ketidakadilan di masyarakat.
Kesebelas, polisi yang melakukan korupsi, antara lain pengadaan, anggaran, memainkan perkara, supaya langsung diproses dan dipecat. Itu yang kesebelas.
Keduabelas, seyogianya Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) hanya berisi para pemikir setingkat ajun komisaris besar polisi (AKBP) ke atas dan PNS. Sebaliknya yang perlu diperkuat adalah di polres dan polsek.
Ketigabelas, perlu ditinjau ulang nomor rahasia kendaraan. Bukan rahasia lagi dewasa ini banyak sekali nomor kendaraan khusus atau rahasia yang disalahgunakan.
Tentu masih banyak lagi yang bisa dilakukan segera, seperti yang mungkin sudah tertuang dalam konsep “Polisi Presisi”, sebagai bukti keseriusan Polri dalam mereformasi secara kultural dan hasilnya bisa langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.