METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) dalam pengadaan Helikopter Angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU tahun 2016-2017.
KPK mengonfirmasi hal itu kepada tiga saksi yang diperiksa untuk tersangka IKS selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2022.
“Dikonfirmasi, antara lain terkait dengan dugaan adanya penggunaan perusahaan tertentu oleh tersangka IKS untuk dijadikan seolah-olah sebagai rekanan dalam pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat 5 Agustus 2022.
Tiga saksi yang diperiksa, yakni staf technical support PT DJM 2013-2017 Adhitya Tirtakusumah serta dua pihak swasta Raina Abednego dan Bennyanto Sutjiadji.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Mei 2015, IKS bersama Lorenzo Pariani (LP), sebagai salah satu pegawai perusahaan AW, menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu masih menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AU dengan pangkat Marsekal Muda TNI (bintang dua) di Markas Besar TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu, terdapat pembahasan di antaranya terkait pengadaan Helikopter AW-101 dengan konfigurasi VIP/VVIP TNI AU. Di lingkungan TNI AU, hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada dalam konfigurasi VIP/VVIP, yaitu Skuadron Udara 17 VVIP yang kemudian organnya dimekarkan menjadi Skuadron Udara 45 VVIP (khusus helikopter angkut kepresidenan).
IKS yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit Helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS, di mana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit Helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).
Selanjutnya pada November 2015, Panitia Pengadaan Helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang IKS untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.
Hal itu tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.