KPU “HARAMKAN” Media Online

Fitra (Pempred/Metrosidik.co.id)

Terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia nomor 11 tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, merupakan kemunduran terhadap kemajuan Pers di tanah air, khususnya media daring (online).

Sebab, Komisioner KPU Kabupaten Kepulauan Anambas menafsirkan
peraturan ala KPU yakni PKPU Nomor 11 tahun 2020 yang ditetapkan pada 22 September lalu membuat media daring atau dikenal media online berbasis web di Indonesia terpaksa harus gigit jari dalam kegiatan belanja iklan kampanye Pilkada serentak tahun 2020 yang difasilitasi KPU.

Menurut Kordinator Divisi Sosialisasi KPU Kepulauan Anambas, Jumadil Hakim pada PKPU no 4 tahun 2017 pasal 32, masih mengakomodir media online. Tetapi pada PKPU nomor 11 tahun 2020 mengalami perubahan.

Lalu dimanakah PKPU Nomor 11 Tahun 2020 itu mengharamkan media daring sebagai media yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan iklan kampanye yang difasilitasi KPU?

Pasal 32 PKPU Nomor 11 Tahun 2020 ayat 1 sebagai berikut:
(1) KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota memfasilitasi penayangan Iklan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
Ayat (3) huruf d dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat pada:
a. media massa cetak; dan/atau
b. media massa elektronik, yaitu televisi, dan/atau

Dalam pasal 1
24b. Iklan Kampanye di Media Daring adalah penyampaian pesan Kampanye melalui media daring yang dibiayai oleh Pasangan Calon.

Penafsiran pasal 32 yang termaktub dalam PKPU nomor 11 Tahun 2020, memang sama sekali tidak mengakomodir media daring untuk ikut serta dalam kegiatan belanja iklan kampanye dan iklan kampanye layanan masyarakat yang difasilitasi KPU melalui anggaran hibah APBD setiap daerah di KPU.

Baca juga  Menelisik Sayembara Amat Yani

Artinya jika merujuk pada PKPU nomor 11 Tahun 2020, tidak ada satupun kegiatan belanja publikasi di KPU yang boleh bekerjasama dengan media daring. Bahkan dalam bentuk belanja sosialisasi tentang Pilkada di KPU termasuk perbuatan “haram”. Karena, judul belanja kegiatan dalam bentuk sosialisasi dapat diartikan sebagai iklan kampanye layanan masyarakat.

Pasal 32 itu dapat disimpulkan telah terjadi pelanggaran asas keadilan dan dengan terang PKPU Nomor 11 tahun 2020 itu menabrak undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pasal 1 dijelaskan.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

Seharusnya PKPU nomor 11 tahun 2020 tidak mempersoalkan bagaimana cara kerja perusahaan Pers dalam menyampaikan informasi. Bahkan PKPU nomor 11 Tahun 2020 dengan lantang membatasi saluran yang digunakan perusahaan Pers dalam menyampaikan informasi.

Dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 1 dengan tegas memberikan kebebasan kepada perusahaan Pers dalam mengunakan saluran yang tersedia dalam kegiatan pers. Lalu mengapa PKPU nomor 11 Tahun 2020 dengan lantang membatasi saluran teknologi digital internet dalam kegiatan Pers?

jasa website rumah theme

Pos terkait