Selain menyorot ratusan pulau di Indonesia yang bakal tenggelam akibat perubahan iklim dan pemanasan global, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan juga memberi catatan khusus terhadap kawasan pesisir Jakarta.
“Tidak hanya pemanasan global, penurunan muka tanah juga merupakan kontributor cukup besar yang menyebabkan Jakarta menjadi terendam,” ujar Eddy.
Ia menyarankan untuk lebih mengutamakan langkah-langkah yang memprioritaskan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan seperti penanaman mangrove dan reboisasi serta menghasilkan dan menerapkan inovasi yang bisa menjadi solusi terhadap masalah itu.
Eddy menuturkan, hasil simulasi menunjukkan kenaikan permukaan air laut akan menutupi Jakarta secara permanen pada 2050 sekitar 160,4 km persegi atau sama dengan 24,3 persen dari luas total wilayah saat ini. Air laut masuk antara lain ke wilayah Tanjung Priok, Pademangan, Penjaringan, Bandara Soekarno Hatta, Koja dan Cilincing.
Selain perubahan iklim dan penurunan muka tanah, Eddy menuturkan kondisi wilayah Jakarta juga menyebabkan potensi wilayah itu terendam air laut juga makin tinggi karena berupa wilayah landai dan teluk.
“Kondisi lokal setempat Jakarta yang memang juga menjadi serangan empuk bagi masuknya air laut karena tanahnya landai, empuk, bentuknya teluk,” tutur dia.
Eddy menuturkan, semua kawasan Pantura memang berisiko masuknya air laut, namun terlebih khusus daerah Jakarta karena kondisi lokal tanah yang empuk dan topografi wilayah yang membuat Jakarta makin berisiko terendam.
“Pada dasarnya yang terjadi saat ini adalah kombinasi yang sudah airnya naik karena es mencair di kutub tetapi juga penurunan muka tanah yang tidak bisa kita kontrol sebenarnya,” jelas dia.
Sementara itu, Utusan Khusus Gubernur DKI Jakarta untuk Perubahan Iklim Irvan Pulungan mengatakan salah satu faktor yang meningkatkan potensi Jakarta tenggelam di tengah dampak perubahan iklim adalah penggunaan sumber daya air secara masif yang menyebabkan penurunan muka tanah.
“Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan potensi tenggelamnya Jakarta, yaitu letak geografis DKI Jakarta yang memang 40 persen wilayahnya berada di bawah permukaan laut, tingkat urbanisasi yang masif menyebabkan pembebanan pembangunan, serta penggunaan sumber air yang masif menyebabkan turunnya permukaan tanah,” kata Irvan.
Dia menuturkan, sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis terutama untuk pengendalian bencana perubahan iklim, pengendalian banjir dan perlindungan pesisir, serta perlambatan penurunan muka tanah.
“Untuk pengendalian bencana perubahan iklim, Pemerintah DKI mengeluarkan sejumlah kebijakan/regulasi terkait seperti rencana aksi daerah penurunan gas rumah kaca, bangunan gedung hijau, perlindungan dan pengelolaan pohon, dan tim kerja mitigasi dan adaptasi bencana iklim,” jelas Irvan.
Aksi yang telah dilakukan terkait pengendalian untuk perubahan iklim antara lain zona rendah emisi di kawasan Kota Tua, peningkatan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau, kerja sama antar pemerintah daerah hulu dalam pengelolaan daerah aliran sungai dan tata kelola wilayah tangkapan air, serta perluasan layanan air bersih melalui subsidi air minum.
Sementara aksi yang telah dilakukan terkait pengendalian banjir dan perlindungan pesisir antara lain pengerukan sungai untuk memberikan ruang tambahan bagi aliran air, sumur resapan, penanaman mangrove di pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu, pembangunan tanggul pantai, peningkatan adaptasi masyarakat atas bencana banjir, dan penyusunan rencana kontijensi banjir serta garis komando dalam pelaksanaan evakuasi kejadian banjir.
Irvan menuturkan perlunya inovasi dalam tata kelola kawasan perkotaan, dan pendekatan pengelolaan sumber daya yang lebih sirkular.
Pemerintah DKI Jakarta juga mendorong kolaborasi aksi pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil dan organisasi akademik dalam menanggulangi krisis iklim melalui pembentukan Tim Kerja Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim.
Di sisi lain, melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 57 Tahun 2021, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan subsidi air bersih untuk mendorong terwujudnya perluasan layanan air bersih bagi warga Jakarta yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi penggunaan air tanah yang mengakibatkan penurunan muka tanah di Jakarta.
Selain Jakarta, Pulau Bali juga diprediksi akan tenggelam. Pada tahun 2050, Pulau Bali diprediksi akan terendam seluas 489 km. Hal itu disebabkan oleh curah hujan yang terus meningkat dalam jangka panjang.