AKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Jumlah kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) secara perlahan bertumbuh. Namun, secara rasio jatah kepemilikan asing justru menurun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 997,06 triliun per Senin (8/2). Jumlah tersebut tumbuh dari Rp 987,32 triliun di awal Januari.
Namun, kenaikan jumlah kepemilikan asing di SBN tidak sejalan dengan rasio porsinya. Tercatat, porsi kepemilikan asing di SBN per Senin (8/2) sebesar 24,92%, menurun dari porsi di Januari yang sebesar 25,23%.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini memproyeksikan rasio jatah kepemilikan asing di SBN akan terus menurun di sepanjang tahun ini. Faktor yang membuat porsi kepemilikan asing di SBN menurun meski jumlah kepemilikannya naik adalah suplai SBN yang juga bertambah besar.
Maklum, sejak pandemi melanda pemerintah membutuhkan pendaan dari surat utang lebih banyak. Suplai SBN harus bertambah karena defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia yang juga meningkat sejak pandemi melanda.
Mikail mencatat penerbitan obligasi pemerintah sebelum pandemi melanda, sekitar Rp 300 triliun net. Namun, kini peneberitan SBN diproyeksikan cenderung naik ke sekitar 800 triliun net. “Dana asing yang masuk tidak sebanding dengan pertumbuhan suplai obligasi yang besar, rasio porsi asing ke depan akan terus turun,” kata Mikail, Rabu (10/2).
Saat jatah asing melempem, investor domestik terutama perbankan, Ramdhan nilai saat ini berhasil menjaga likuiditas di pasar SBN. Investor domestik yang menjadi jawara di pasarnya sendiri juga berhasil membuat yield terjaga di sekitar 6%.
Ramdhan memproyeksikan di tahun ini yield SUN tenor 10 tahun masih berpotensi menurun ke 5,75%. Tentunya, bila fundamental ekonomi Indonesia mampu terjaga.
Namun, Mikail memproyeksikan yield SUN berpotensi naik ke 7% jika impor meningkat sementara dana asing yang masuk masih terbatas. Ujung-ujungnya, dollar AS yang masuk ke dalam negeri juga terbatas. Dampaknya, rupiah berpotensi melemah dan yield jadi berpotensi naik.
“Penyerapan obligasi pemerintah yang ditopang investor domestik memang tidak menjadi masalah tapi itu selama impor masih rendah, sayangnya saat ini harga minyak global mengarah naik ke US$ 60 per barel,” kata Miakil.
Dengan proyeksi yield SUN yang akan naik, Mikail mengatakan baiknya investor menurunkan durasi pembelian obligasinya.
Sumber: