“Kemudian apakah dampak malfunction autothrottle pada mesin sebelah kiri? Yang kami lihat bahwa mesin sebelah kiri berperilaku normal sesuai dengan pergerakan throttle. Jadi, kalau throttle-nya mundur, putaran mesinnya juga berkurang. Itu sesuatu yang normal dan itulah yang kita lihat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Nurcahyo mengatakan sebenarnya dengan satu mesin pun pesawat masih dapat terbang. Karena itu, dia belum dapat memastikan apakah autothrottle merupakan salah satu penyebab pesawat jatuh.
“Seharusnya logikanya pesawat mesin mati satu saja nggak apa-apa, mesin mati satu masih bisa terbang. Lalu kenapa kalau autothrottle-nya saja lalu pesawatnya bisa roll dan pitch down? Kembali, ini kita juga mencari jawaban dari pertanyaan ini dan mudah-mudahan bisa kita temukan jawabannya kalau CVR ditemukan. Sebenarnya apa yang terjadi di kokpit waktu itu,” ujarnya.
Diketahui autothrottle Sriwijaya dengan nomor registrasi PK-CLC itu sempat mengalami dua kali tak berfungsi, kemudian dilakukan perbaikan dan hasilnya baik. Ia berharap CVR pesawat Sriwijaya Air SJ182 segera ditemukan agar dapat diketahui pasti penyebab kecelakaan.
“Jadi autothrottle sendiri bukan suatu komponen yang signifikan yang mandatory sehingga memang diizinkan untuk rusak 10 hari. Meski demikian, juga mengapa tidak ter-recover dan mengapa pesawatnya juga menjadi roll, ini yang kita juga belum tahu, ini yang mudah-mudahan kita dapatkan jawabannya dari CVR,” sambungnya.
Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap hasil investigasi awal jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di perairan Kepulauan Seribu. Sebelum Sriwijaya Air SJ182 jatuh, tuas mesin (throttle) sebelah kiri pesawat tiga kali bergerak mundur.
Kepala Subkomite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo menerangkan pertama kali tuas kiri Sriwijaya Air SJ182 bergerak mundur terjadi tidak lama setelah pesawat lepas landas pada 9 Januari 2021. Sriwijaya Air SJ182 memuat 2 pilot, 4 awak kabin, dan 56 penumpang.
“Setelah tinggal landas, pesawat ini mengikuti jalur penerbangan yang ditentukan, yang diberi nama ABASA 2D. Kemudian FDR mencatat bahwa pada ketinggian kira-kira 1.980 kaki, autopilotnya mulai aktif atau engage. Pesawat terus naik dan pada ketinggian kira-kira 8.150 kaki, throttle atau tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur dan tenaga mesin atau putaran mesin juga ikut berkurang,” ujar Nurcahyo dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (10/2/2021).
Sumber: