METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Calon hakim agung kamar pidana Adly berpendapat, mengurangi operasi tangkap tangan (OTT) yang dibarengi pencegahan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dapat meningkatkan indeks persepsi korupsi Indonesia tetapi tetap memperhatikan ease of doing business (EODB) atau indeks kemudahan berbisnis.
Hal itu ia katakan dalam wawancara terbuka hakim agung tahun 2021 yang digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan disiarkan secara daring, Rabu (4/8/2021).
Saat itu, Adly menjawab pertanyaan dari panelis wawancara terbuka calon hakim agung tahun 2021 sekaligus anggota KY Amzulian Rifai.
“Presiden Jokowi itu sangat Jokowi ease of doing business, bagaimana saudara mengaitkan tindak pidana korupsi dengan ease of doing business yang ditargetkan oleh Presiden Jokowi?” kata Amzulian.
Atas pertanyaan itu, Adly menilai, terlalu banyak OTT, terutama pada kepala daerah akan berdampak investasi yang datang ke Indonesia.
Adapun Adly merupakan Hakim Ad Hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jambi sejak tahun 2011.
Ia memulai kariernya di tahun 1996 dengan menjadi wakil advokat di kantor pengacara MHD Haris & Associates.
Kemudian, ia mendirikan kantor advokat secara mandiri bernama Adly Thaher & Friends pada tahun 2004.
KY tengah menggelar seleksi calon hakim agung. Proses wawancara terbuka diselenggarakan mulai Selasa (3/8/2021) hingga Sabtu (7/8/2021).
Tahapan ini diikuti oleh 24 peserta calon calon hakim agung yang terbagi dalam kamar pidana, perdata.
Sebelum tahapan wawancara, 24 peserta calon hakim agung itu sudah dinyatakan lolos seleksi kesehatan serta assesmen kepribadian dan rekam jejak.