JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut menurunnya indeks persepsi korupsi Indonesia bukan merupakan tanggung jawab KPK atau penegak hukum lain saja. Menurutnya, korupsi merupakan beban seluruh bangsa Indonesia.
“Tetapi itu semua bagi KPK adalah cermin untuk menilai bahwa kerja-kerja kami tentang pemberantasan korupsi itu sudah mencapai hasil-hasilnya atau tidak,” kata Nurul Ghufron dalam diskusi virtual, Kamis (28/1).
Alasan itu, dia kemukakan, menyusul tiga klaster besar berdasarkan paparan Transparency Indonesia International (TII) yang menjadi pertimbangan indeks persepsi korupsi tersebut. Ketiga klaster itu yakni sektor ekonomi dan investasi, penegakan hukum serta politik dan demokrasi.
Dia mengatakan, dari tiga klaster besar itu, sektor penegakan hukum pemberantasan korupsi dinilai sudah naik. Namun, sambung dia, terjadi penurunan dari dua sektor sisanya.
Ghufron mengatakan, terkait ekonomi dan investasi artinya apakah ada kepastian hukum dalam berusaha atau apakah dalam berusaha memiliki aspek yang harus memberi suap atau tidak. Dia melanjutkan, stakeholder ekonomi dan investasi mulai dari pemerintah pusat sampai ke daerah.
Dia meneruskan, pemangku kepentingan sektor politik dan demokrasi mulai dari partai politik sebagai peserta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga publik. Dia menjelaskan, seberapa besar pada saat kontestasi politik seperti pilpres, pileg sampai pilkada masyarakat menerima serangan fajar semisal pemberian sembako hingga amplop dan menganggapnya hal yang biasa.
“Itu sekali lagi kepada KPK menggambarkan bahwa korupsi itu bukan hanya beban KPK atau penegak hukum lainnya, tetapi sesungguhnya beban bangsa kita semua,” katanya.
Indonesia mengalami penurunan indeks persepsi korupsi berdasarkan riset yang dilakukan TII. Indonesia berada di posisi ke-102 dengan nilai 37, dengan asumsi nilai 0 terendah dan 100 tertinggi.
Indeks persepsi korupsi Indonesia berada di posisi kelima se-Asia Tenggara. NKRI berada di bawah negara tetangga seperti Singapura dengan skor 85, Brunei Darussalam dengan skor 60, Malaysia dengan skor 51 dan Timor Leste dengan skor 40.
Mantan wakil ketua KPK, Laode Syarif mengaku kecewa dengan penurunan indeks persepsi korupsi tersebut. Dia mengatakan, penurunan ini harusnya jangan dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja namun harus disikapi lebih bijak.
Ghufron mengatakan, nilai indeks 37 artinya Indonesia kembali ke masa lima tahun lalu di 2016 dengan raihan poin serupa. Dia meminta semua pihak untuk tidak menanggapi angka tersebut sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja.
“Ini betul bukan lagi lampu kuning, tapi lampu merah,” tegasnya.
Laode juga menyinggung bahwa penurunan semacam ini tidak pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Dia mengatakan, yang bertanggung jawab atas penurunan tersebut adalah stakeholder utama di Indonesia.
“Pertama adalah yang paling rentan itu adalah korupsi politik jadi diwakili yang paling atas dan korupsi di sektor penegakan hukum yaitu polisi, KPK, kejaksaan, Mahkamah Agung, penjara dan lainnya. Dan tentunya adalah masyarakat kita semua,” katanya.
Sumber: