JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera mengusut sampai tuntas dugaan kartel minyak goreng (migor).
“Kalau benar ada kartel atau bentuk persaingan tidak sehat lainnya pada produk minyak sawit, KPPU dan pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi hukum (perdata, pidana, dan administrasi). Jangan segan-segan untuk mencabut izin ekspor, supaya bisa memprioritaskan konsumsi domestik atau bahkan mencabut izin usahanya,” kata dia.
Tulus mengungkapkan, pemerintah tidak bisa membiarkan masyarakat kesulitan mendapatkan migor. Jangan sampai masyarakat tidak dapat menjalankan usaha hanya karena tidak bisa membeli migor dengan harga terjangkau atau sekadar memenuhi keperluan domestik rumah tangga.
“Mari kita suarakan bersama. Kita kawal agar dugaan kartel minyak goreng dan crude palm oil (CPO) bisa diusut tuntas oleh KPPU,” tegas dia.
Menurut Tulus, sangat mengherankan Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, masyarakatnya tidak bisa membeli migor dengan harga terjangkau dan tidak ada gangguan pasokan.
“Bisa jadi, ada sebuah praktik usaha tidak sehat yang menyebabkan harga migor tinggi sekali. Struktur pasar minyak goreng terdistorsi oleh para pedagang besar CPO dan minyak goreng,” ujar dia.
Peneliti di Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, dugaan adanya kartel minyak goreng harus diselidiki lebih lanjut oleh KPPU.
“Harus diselidiki juga struktur pasarnya, apakah memang benar oligopoli. Sebenarnya oligopoli itu tidak apa-apa, asalkan harga dan pasokan tidak diatur oleh penguasa pasar demi menguntungkan mereka,” ujar dia.
Struktur oligopoli, lanjut dia, seharusnya dimanfaatkan untuk menjamin ketersediaan pasokan di pasar dan tingkat harga yang kompetitif dengan disesuaikan kemampuan daya beli masyarakat.
“Sementara praktik oligopoli yang menyalahi aturan dan merugikan masyarakat memang harus segera ditindak. Jadi bukan oligopolinya yang disalahkan, tetapi praktik penyimpangannya,” terang dia.
Heri mengingatkan, selain praktik oligopoli, perlu juga dilihat proses bisnisnya dari hulu ke hilir, tata niaga, serta distribusinya. “Jadi itu semua perlu diselidiki agar tahu kenapa harga minyak goreng bisa naik tinggi,” ujar dia.