DPR Temui Pemerintah, Bahas Pasal UU ITE yang Perlu Direvisi

DPR Temui Pemerintah, Bahas Pasal UU ITE yang Perlu Direvisi
DPR membeberkan sejumlah pasal multitafsir dalam UU ITE yang dinilai perlu direvisi. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin membeberkan sejumlah pasal multitafsir dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai perlu direvisi. Ia menyatakan dukungan penuh jika pemerintah hendak merevisi UU tersebut.

“Parlemen akan mendukung kebijakan pemerintah, khususnya Menko Polhukam dalam rangka diskusi hari ini. Kemudian penyiapan naskah akademis, sosialisasi ke masyarakat dari intelektual maupun NGO untuk menjadi masukan,” kata Aziz dalam FGD tahap akhir yang gelar Tim Kajian UU ITE, Jumat (19/3).

Politikus Partai Golkar itu lantas merinci sejumlah pasal yang kemungkinan bisa diajukan untuk direvisi oleh pemerintah. Ada sejumlah pasal yang menurutnya berpotensi direvisi lantaran banyak ‘memakan korban’ dari berbagai kalangan masyarakat.

Pasal-pasal itu, kata dia, menyebabkan berbagai perdebatan di masyarakat dan tarik-menarik dalam penafsiran hukum yakni pasal 26 ayat 3, pasal 27, 28, 29, pasal 30, 40 dan pasal 45.

Baca juga  Sekber Pers Indonesia: Tangkap Pembunuh Wartawan Dufi!

“Misalnya pasal 27, pasal 28, 29, misal 26, tentang penghapusan informasi, pasal 36 tentang kewenenangan pemerintah memutus akses, nah ini diskusi dari waktu ke waktu dan sampai saat ini antara fraksi-fraksi belum ada kesepakatan,” kata Aziz.

Hal serupa diungkap Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid. Dia mencatat beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A UU ITE yang dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil sehingga perlu direvisi.

Hidayat mengatakan, pasal 27 ayat 3 seharusnya tak perlu lagi diatur di UU ITE. Sebab dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.

Dia juga menekankan alasan awal UU ITE dibuat pada 2008 adalah memajukan informasi dan transaksi elektronik, bukan menjadi momok bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara.

“Bila kita konsisten dengan tujuan utama dihadirkannya UU ITE, tentu fokus dalam revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat mengemukakan pendapat,” kata dia.

Sebaliknya, UU ITE saat ini kata dia malah dijadikan alat kriminalisasi berkaitan dengan ketentuan yang mengatur tentang penghinaan, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong dan menyesatkan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan.

Menko polhukam, Mahfud MD
Menko polhukam, Mahfud MD

 

Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyebut ada dua pasal krusial dalam UU ITE yang sempat menjadi perdebatan. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.

“Tapi kalau harus direvisi saya berharap ke 2 Pasal itu hendaknya dipertahankan, jangan dihilangkan karena itu roh dan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia,” kata dia.

Dia menyarankan agar dibuat pedoman penegak hukum dalam aplikasi kedua pasal krusial yakni 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2.

“Tapi kalo membuat pedoman kurang ya kita angkat ada peraturan presidennya atau peraturan pemerintah tentang undang-undang ini.” ucapnya.

Baca juga  Presiden Jokowi Resmi Tetapkan Komcad, Legislator ucapkan: Selamat Bertugas!

Sementara itu, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menginformasikan langkah lanjutan dari kerja tim, yaitu membawa semua masukan narasumber untuk didiskusikan. Ia pun berharap agar tim dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

“Seluruh diskusi telah kita selesaikan untuk menyerap saran, aspirasi dan pandangan, maka waktunya masing masing sub tim untuk mengadakan rapat internal untuk laporan yang ditugaskan kepada masing-masing,” kata dia.

 

 

 

Sumber: 

 

jasa website rumah theme

Pos terkait