Kepada Kemendikbud, BPIP Harap Pancasila Masuk Kurikulum, Asosiasi Guru PPKN Beri Respons

Kepada Kemendikbud, BPIP Harap Pancasila Masuk Kurikulum, Asosiasi Guru PPKN Beri Respons
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim di Kantor LBH Jakarta, Minggu (3/12/2017).(KOMPAS.com/NURSITA SARI)

 

Singkatnya, mata pelajaran Pancasila justru akan menjawab tujuan pendidikan yaitu membentuk karakter siswa sesuai nilai Pancasila sebagaimana tujuan di UU Sisdiknas.

Salah satu karakter warga negara yang dibutuhkan di masyarakat multikultural Indonesia adalah toleransi yang bersumber dari sila pertama Pancasila yang menghendaki kita beragama yang berkebudayaan atau tidak boleh egois.

Direktur Institut Sarinah Eva K Sundari pun menilai, karakter toleransi bisa ditumbuhkan karena penghayatan Sila Ketuhanan yang Maha Esa harus dijiwai sila-sila yang lain terutama sila perikemanusiaan.

“Ini yang akan menghindarkan warga dari sikap chauvinistik, merasa kelas superior sehingga mendorong praktek-praktek pembedaan (diskriminasi) kepada kelompok lain yang berbeda,” kata Eva dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/2/2021).

Tentu saja pengajaran Pancasila tidak bisa lagi seperti jaman Orba yang berisi serba pemaksaan atau indoktrinasi yang berujung juga pada penyeragaman yang juga agenda kelompok intoleran.

Di masa demokrasi, pembentukan budi pekerti Pancasila harus demokratis. Misalkan menggunakan metode yang kreatif, berbasis kebutuhan lokal karena muaranya adalah siswa yang berjiwa merdeka.

Roh Pancasila adalah pembebasan karena Pancasila adalah ideologi nasionalisme yang dibangun berdasar pengalaman bangsa Indonesia yang mengalami kolonialisasi dan penindasan.

Nasionalisme Pancasila berbeda dengan nasionalisme Hitler yang serumpun dengan ideologi aparteid yang tuna kemanusiaan.

Budi pekerti Pancasila yang toleran ini yang bisa membekali siswa menghadapi era disrupsi yang mengharuskan kita bersikap lentur atau fleksibel.

Sementara, sikap intoleran cermin pemenolakkan terhadap keberagaman (yang berkesetaraan) merupakan sikap emosional dan irasional yang tidak akan mengembangkan kapasitas siswa untuk cerdas kognitif, mental maupun spiritual.

 

jasa website rumah theme
Baca juga  Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Halangi Penyidikan Kasus Korupsi LPEI

Pos terkait