Anambas, Kepulauan Riau, metrosidik.co.id–Bermacam nama gugatan di tingkat Pengadilan terus diupayakan oleh salah satu warga Provinsi Riau. Gugatan itu merupakan salah satu sengketa lahan yang terpanjang dalam sejarah peradilan Indonesia. Proses peradilan yang hampir 18 tahun bergulir di meja hijau tersebut, dialami oleh seorang ibu rumah tangga. Beliau adalah Nelda Netty,ibu dari seorang putra dan sekaligus seorang single parent ( janda) pasca ditinggalkan suaminya yang telah meninggal dunia beberapa tahun silam.
Perkara yang hampir merenggut separuh dari usianya ini terjadi pada tahun 2001 silam. Saat itu dirinya membeli sebidang tanah dengan luas 50×100 meter persegi, yang berlokasi di Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
“Tanah tersebut saya beli dengan saudara M.Arip dengan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang dibuat atas nama saya sendiri” terang Nelda kepada redaksi metrosidik.co.id Minggu, 08 Juli 2019 melalui pesan whatsaap.
Awal petaka baginya, ketika M.Arip yang menjual sebidang tanah kepadanya itu dilaporkan oleh Sugijono pada tahun 2002.Pada tahun 2004 kasus M.Arip akhirnya berujung kepengadilan negeri dengan menjatuhkan pidana kepada M.Arip kurungan selama 1,6 tahun dengan tuduhan penyerobotan tanah.
M.Arip yang divonis 1,6 tahun ini terus berupaya mencari keadilan hingga bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan kemudian mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Putusuan MA ini merupakan angin segar bagi M.Arip sekaligus Nelda untuk kepastian hukum atas status tanah yang dimilikinya. Keputusan MA tesebut membebaskan M.Arip dari tuntutan pidana 1,6 tahun, dengan pertimbangan hakim MA bahwa, Sugijono hanya mengantongi kwitansi jual beli.
“Dikarenakan putusan MA itu dimenangkan secara murni oleh M.Arip maka pada tahun 2009 dengan melampirkan putusan MA itu saya meningkatkan surat SKGR menjadi SHM. SHM saya terbit pada tahun 2010. SHM saya ini diterbitkan di wilayah baru di Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang Kampar. Hal ini berdasarkan surat Keputusan Bupati terkait perubahan wilayah desa pada saat itu,” jelasnya.
Sialnya, SHM yang baru saja diterbitkan BPN Kabupaten kampar atas nama Nelda Netty itu rupanya belum menjadi kepastian hukum atas kepemilikan lahannya yang telah menjadi tempat tinggalnya selama bertahun-tahun. Pasalnya, gugatan sengketa lahan tersebut kembali dilayangkan oleh Sugijono. Kali ini, yang menjadi tergugat adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten kampar, atas penerbitan SHM milik saudari Nelda. Gugatan pun melayang ke meja hijau.
“Tahun 2010 Sugijono kembali menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar di pengadilan PTUN. Keputusan tersebut akhirnya membatalkan surat SHM yang baru saja diterbitkan. Keputusan Hakim PTUN itu hanya berdasarkan pertimbangan dari keterangan Kepala Desa Teluk Kenidai yang memberikan keteraangan kepada Hakim bahwa,lokasi tanah saya masih berada di wilayah Desa Teluk Kenidai. Padahal jelas, saat itu sudah terjadi perubahan wilayah desa berdasarkan SK Bupati yang beralih masuh ke wilayah Desa Tarai Bangun ,” katanya.
“Berdasarkan putusan PTUN itu saya banding dan melanjutkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. Namun PTTUN medan menguatkan putusan PTUN Pekanbaru. Saya tidak mengajukan Kasasi karena pengacara saye terlambat untuk Kasasi,” terangya.
Kabarnya lahan Nelda ini telah di ratakan dengan Bulldozer oleh salah satu pengembang Developer yang diduga dibeking oleh oknum aparat TNI. Sebanyak 90 batang tanaman pisang, kolam ikan dan pipa paralon air telah rata dengan tanah.