JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyebut masalah kelangkaan minyak goreng untuk masyarakat disebabkan adanya kebocoran pasokan minyak goreng ke industri. Penyebab lainnya karena ada mafia minyak goreng yang menyelundupkannya ke luar negeri.
“Ini adalah spekulasi atau deduksi kami dari Kementerian Perdagangan, ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak (goreng) ini. Misalnya yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri, atau diselundupkan ke luar negeri. Jadi di sini saya, ini adalah mafia yang mesti kita berantas bersama-sama,” kata Mendag Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3/2022).
Mendag mengungkapkan, ditemukan kekosongan pasokan minyak goreng di sejumlah wilayah seperti di DKI Jakarta, Surabaya, dan Sumatera Utara yang semestinya melimpah. Di kota-kota tersebut, ada banyak industri dan juga pelabuhan, sehingga deduksi Kementerian Perdagangan, minyak goreng di wilayah tersebut masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri.
“Jadi pelajaran yang kami dapat dari sini, ketika harga berbeda melawan pasar segitu tinggi, dengan permohonan maaf Kementerian Perdagangan tidak dapat mengontrol karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” tutur dia.
Mendag sendiri mengaku sudah memiliki data-data mafia minyak goreng tersebut yang saat ini tengah diperiksa oleh Satgas Pangan.
“Sementara ini, kita mempunyai datanya. Tetapi sekarang lagi diperiksa oleh kepolisian, oleh Satgas Pangan, tetapi keadaannya sudah menjadi sangat kritis dan ketegangan yang mendesak. Oleh sebab itu, beberapa musti kita kerjakan,” ujarnya.
Sejak diberlakukannya kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), Mendag mengatakan jumlah CPO yang berhasil terkumpul sebanyak 720.612 ton atau 20,7% dari jumlah ekspor sebanyak 3.507.241 ton. Dari jumlah CPO yang terkumpul tersebut, total yang terdistribusi mencapai 551.069 ton atau lebih dari 570 juta liter.
“Dengan 570 juta liter itu setara 2 liter untuk seluruh orang Indonesia. Jadi kalau dilihat itu 168% dari kebutuhan konsumsi per bulan yang diperkirakan 327.000 ton. Jadi secara teoretis ini (kebijakan DMO) sudah jalan,” kata Mendag.