Serangan Israel membunuh dokter yang merawat pasien Covid, ‘Kematiannya adalah malapetaka’

Serangan Israel membunuh dokter yang merawat pasien Covid, 'Kematiannya adalah malapetaka'
Israel mengeklaim bermaksud menyerang kekuatan militer Hamas di bawah tanah. (Foto: Reuters).

METROSIDIK.CO.ID, TEPI BARAT — Ayman, yang merupakan kepala unit penyakit dalam di rumah sakit utama di Palestina, tewas akibat serangan itu.

Ibu, ayah, istrinya yang bernama Reem, dan putranya yang berusia 17 tahun, Tawfik, serta putrinya yang berumur 12 tahun, Tala, juga kehilangan nyawa dalam peristiwa tersebut.

Total terdapat 12 anggota keluarga Ayman yang tewas.

“Ini kehilangan yang amat besar, bukan hanya bagi kami yang secara pribadi mengenal Ayman, tapi juga untuk pasien dan mahasiswanya,” kata Ghaith al-Zaanin, teman dekat sekaligus mantan rekan kerjanya yang kini tinggal di Kanada.

Dokter Ayman Abu al-Ouf memimpin penanganan pasien Covid-19 di Rumah Sakit al-Shifa
Dokter Ayman Abu al-Ouf memimpin penanganan pasien Covid-19 di Rumah Sakit al-Shifa. (Foto: HANDOUT)

Selain bertanggung jawab atas pasien penyakit dalam di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, Ayman juga mengawasi penanganan pasien Covid-19.

Baca juga  Pemimpin Hamas Berkali-Kali Ingatkan Israel Jangan Sentuh Al Aqsa

Dia melakukan supervisi perawatan di bangsal yang khusus menangani pasien Covid-19 dengan kondisi parah. Hanya terdapat sedikit dokter spesialis penyakit pernapasan yang bekerja di bangsal itu..

Ayman juga melatih para calon dokter dari dua sekolah kedokteran di Gaza.

“Untuk mendapatkan dokter dengan kualifikasi seperti Ayman, perlu setidaknya 10-15 tahun pelatihan,” kata Zaanin, yang memberi nama putrinya, Tala, seperti anak perempuan kawan Ayman.

“Dia mendedikasikan kehidupannya untuk membantu orang lain, merawat pasien, dan mengajar generasi baru dokter.

“Saya akan menyebutnya sebagai orang yang paling baik hati dan penuh kasih yang pernah saya lihat dalam kehidupan saya,” ujar Zaanin.

Baca juga  NasDem Apresiasi Dorong Indonesia Selesaikan Konflik Israel-Palestina

Ayman telah meninggalkan rumah sakit sekitar satu jam sebelum serangan udara Israel menghancurkan tempat tinggalnya di Jalan al-Wahda, Kota Gaza.

Kawasan itu dipenuhi gedung apartemen dan pertokoan.

Militer Israel mengeklaim serangan udara itu ditujukan untuk menyerang kekuatan bersenjata kelompok militan Hamas di bawah tanah.

“Fondasi bawah tanah runtuh, menyebabkan permukiman warga sipil di atasnya runtuh dan memicu korban yang tidak diinginkan,” begitu keterangan Israel.

Dokter Ayman terkubur di bawah reruntuhan bangunan selama hampir 12 jam. Dia sempat mampu bertahan hingga enam jam, menurut putrinya, Haya Agha.

Baca juga  Informasi Varian Baru Covid-19 dari WHO

Agha adalah salah satu dokter yang mendapat pengajaran dan pelatihan dari Ayman.

Jenazah Ayman baru ditemukan 48 jam setelah bangunan itu ambruk.

“Tidak yang percaya bahwa dia sudah mati sampai seorang dokter di rumah sakit mengirimkan foto tubuhnya,” kata Agha kepada BBC.

“Kematiannya adalah bencana. Dia mengajar tiga atau empat dokter. Dia pekerja keras sehingga kami pikir dia tak terkalahkan.”

Agha berkata, serangan Israel juga menghancurkan jalan menuju daerah itu dan rumah sakit al-Shifa. Akibatnya, tim penyelamat semakin terhambat untuk sampai di sana tepat waktu dan menyelamatkan korban.

Putri Ayman yang berusia 12 tahun, tewas dalam serangan udara yang sama
Putri Ayman yang berusia 12 tahun, Tala, juga tewas dalam serangan udara yang sama. (Foto: Handout)

 

Putra Ayman yang berusia 15 tahun, Omar, adalah satu-satunya anggota keluarganya yang selamat dari serangan udara Israel.

Omar saat ini dirawat karena mengalami luka. Dia tidak tahu bahwa orang tua dan dua saudara kandungnya telah meninggal.

Baca juga  Ismail Haniyeh Terpilih Kembali Pimpin Faksi Hamas Palestina Jalu Gaza

Saudara laki-laki Omar, Tawfik, tengah menjalani tahun terakhir di jenjang sekolah menengah. Dia bermimpi mengejar gelar di bidang kimia.

Adapun guru yang mengajar Tala menyebut bahwa putri Ayman itu adalah pelajar yang sangat baik, tertarik pelajaran agama dan senang menghafal Alquran.

Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan setidaknya 227 orang, termasuk 102 anak-anak dan perempuan, tewas akibat serangan Israel sejak 10 Mei lalu.

Sementara di Israel 12 orang, termasuk dua anak, tewas dalam serangan roket dari militan di Palestina, menurut otoritas medis setempat.

Militer Israel mengeklaim hanya menyerang yang mereka anggap target militer. Mereka juga menyebut telah melakukan yang terbaik untuk menghindari korban sipil.

Kelompok dokter di Gaza mengecam serangan udara Israel
Kelompok dokter di Gaza mengecam serangan udara Israel yang menewaskan dua kolega mereka, Mouin al-Aloul dan Ayman Abu al-Ouf. (Foto: GAZA HEALTH MINISTRY)

 

Serangan udara yang menewaskan Ayman juga menyebabkan 42 warga Palestina lainnya kehilangan nyawa. Dua korban di antaranya adalah seorang ahli saraf bernama Mouin al-Aloul dan Rajaa Abu al-Ouf, seorang psikolog

Enam rumah sakit dan 11 pusat kesehatan utama di Gaza juga rusak digempur Israel, termasuk satu-satunya laboratorium pengujian Covid-19 di Gaza.

Baca juga  Hamas Kecam Menlu AS: Israel Memiliki Hak Mempertahankan Diri

Rumah sakit lain tidak berfungsi karena kekurangan bahan bakar.

“Ini tidak adil. Sangat tidak adil Israel membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Mereka tidak hanya menghancurkan infrastruktur fisik, tapi juga membunuh sumber daya manusia kami,” kata Zaanin.

Sistem perawatan kesehatan Gaza rapuh karena konflik menahun dan blokade yang diberlakukan Israel dan Mesir.

Rumah sakit di Gaza kini kelebihan beban karena lonjakan kasus Covid-19. Hampir seluruh rumah sakit di sana kekurangan ruang perawatan intensif, ventilator, dan peralatan medis lainnya.

Pertempuran yang kini berlangsung menambah beban para petugas medis.

Dokter Ayman Abu al-Ouf (kanan) mendedikasikan kehidupannya untuk pasien dan para calon dokter
Dokter Ayman Abu al-Ouf (kanan) mendedikasikan kehidupannya untuk pasien dan para calon dokter, kata Ghaith al-Zaanin (kiri). (Foto: GHAITH AL-ZAANIN)

 

“Dokter menghadapi luka dan cedera yang belum pernah terlihat sebelumnya. Mereka perlu melakukan operasi yang rumit tapi kebanyakan dokter tidak terlatih melakukannya,” kata Agha.

Baca juga  Israel Kembali Hantam Gaza Melalui Serangan Udara

Sementara itu Zaanin berkata meninggalkan Gaza pada tahun 2017. Dia beralasan, pendidikan spesialis yang dia kejar tidak tersedia di Gaza.

Baik Zaanin maupun Agha percaya bahwa tewasnya dokter seperti Ayman Abu al-Ouf akan berdampak signifikan bagi sektor medis di Gaza.

“Ayman meninggalkan kenangan indah di benak semua pasiennya. Saya berharap kami memiliki kesempatan untuk setidaknya mengucapkan selamat tinggal,” kata Agha.

 

jasa website rumah theme

Pos terkait