MAKI Menilai Vonis Juliari: “Hakim Cari Aman”

MAKI Menilai Vonis Juliari 'Hakim Cari Aman'
Juliari Peter Batubara. (Foto: Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra)

JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Mantan Mensos Juliari Peter Batubara masih memutuskan untuk pikir-pikir ajukan banding terkait vonis 12 tahun penjara. Ia memilih menggunakan jatah waktu 7 hari yang ada dalam ketentuan.

Merespons putusan vonis tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai jika majelis hakim seperti bermain aman, karena hanya menambah 1 tahun lebih berat dari tuntutan jaksa 11 tahun penjara.

Hal itu disampaikan Boyamin, lantaran dalam beberapa waktu kebelakang hukuman para koruptor kerap dipangkas pada tingkat banding. Seperti Pinangki maupun Djoko Tjandra sebagaimana hasil putusan banding pada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

“Apapun ini (hukumannya), hakim seperti tidak berani naik tinggi, karena nanti kalau naik banding khawatir dikoreksi oleh pengadilan tinggi menjadi tuntutan jaksa. Maka ya cari aman tambah aja satu tahun,” kata Boyamin saat dihubungi, Senin (23/8/2021).

Baca juga  Komnas HAM Kecam Tindak Kekerasan Terhadap Kontributor Tempo

Oleh sebab itu, dia berharap apabila Juliari memutuskan untuk ajukan naik banding. Mestinya majelis hakim pada tingkat banding maupun kasasi haruslah mengkoreksi seluruh putusan sehingga bisa menjatuhkan vonis yang lebih berat selama 20 tahun atau seumur hidup.

“Ini yang mestinya dikoreksi juga semestinya hakim pengadilan tinggi, ditingkat banding atau mahkamah agung. Ya kalau ini (perkara pada tingkat pertama) prosesnya banding, maka (majelis hakim) harusnya menaikan lagi 20 tahun atau seumur hidup,” harapnya.

Baca juga  CS:GO ELeague Major pools and tournament schedule announced

Selain itu, Boyamin juga menyoroti keputusan KPK yang hanya menuntut 11 tahun penjara dan bukan seumur hidup yang jadi salah satu faktor keputusan vonis dari majelis hakim terhadap Juliari, hanya lebih berat 1 tahun menjadi 12 tahun penjara.

“Meskinya KPK berani menuntut seumur hidup karena pasalnya memungkinkan itu pasal 12 maupun pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Itu yang kita sayangkan KPK karena menuntutnya cuman 11 tahun,” katanya.

“Disisi lain juga ada faktor memberatkan karena Juliari meskipun dikatakan koperatif hanya kulitnya saja yaitu koperatif datang sidang, dan lain sebagainya. Tetapi bahwa dia tidak terbuka dan mengakui perbuatan itu mestinya jadi faktor memberatkan,” lanjut Boyamin.

Baca juga  KPK Fokus Usut Perkara Kasus Dugaan Suap Pajak

Terlebih, Boyamin juga menyoroti pertimbangan yang meringankan terkait posisi Juliari yang dianggap majelis hakim sudah menderita karena telah mendapatkan cacian dan hinaan selama proses hukumnya berlangsung, tidaklah layak jadi bahan pertimbangan.

“Saya juga mengkritisi alasan terkait Juliari sudah dibuly, ya seluruh korban (terdakwa) dibuly semestinya hakim tidak perlu ada pertimbangan itu. Ya hal yang meringankan, dia belum pernah dihukum menjadi kepala keluarga itu aja cukup jadi tidak perlu ditambahi dia korban dibuly. Karena semua korban (terdakwa) dibuly,” terangnya.

Baca juga  Korupsi Asabri, 2 Tersangka Siap Bongkar Potensi Kerugian Negara

Atas apa yang disampaikannya tersebut, Boyamin menegaskan seharusnya vonis yang dijatuhkan Juliari lebih berat sesuai dengan ketentuan dalam dakwaan kesatu, yaitu memberikan hukuman maskimal 29 tahun atau seumur hidup.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah putuskan vonis kepada terdakwa Juliari Peter Batubara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan. Vonis lebih berat satu tahun dari tuntutan jaksa 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan, atas kasus suap korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Merespon vonis tersebut Juliari melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail memutuskan untuk mengambil langkah pikir-pikir selama tujuh hari sebagaimana hak yang dimiliki terdakwa sebelum menetukan sikap atas vonis majelis hakim.

Baca juga  Kabarnya PPKM Mikro Darurat Diterapkan 2-20 Juli

“Kami telah beridskusi dengan terdakwa (Juliari) untuk menentukan sikap kami akan coba mengambil sikap terlebih dahulu untuk pikir-pikir yang mulia,” kata Maqdir saat kesempatan menanggapi vonis majelis hakim pada sidang, Senin (23/8/2021).

Maqdir menyampaikan alasan pihaknya tidak langsung menerima atau menolak putusan majelis hakim, karena pihaknya akan mencoba melihat dan mempelajari bunyi putusan yang telah diberikan kepada kliennya.

“Sehingga ada kesempatan yang cukup bagi kami untuk melihat dan mempelajari putusan bunyi, dan alasan-alasan dalam putusan tentang penerimaan sejumlah uang dan lain-lain,” kata Maqdir.

 

 

jasa website rumah theme

Pos terkait