JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memang perlu revisi. Salah satunya terkait wajib belajar sembilan tahun.
Dalam draf revisi UU Sisdiknas, wajib belajar yang sebelumnya sembilan tahun menjadi 13 tahun atau sampai SMA. Namun, Huda mendorong agar wajib belajar diubah menjadi hingga jenjang perguruan tinggi.
“Indeks partisipasi kasar di Indonesia khususnya indeks partisipasi kasar di perguruan tinggi itu masih jauh banget, jadi lulusan sma kita untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi itu masih tinggi banget,” kata Huda saat berbincang dengan merdeka.com pada Selasa (13/9).
“Karena itu ini hanya akan bisa di intervensi dengan cara kuliah murah, kuliah gratis saya mendorong revisi UU Sisdiknas yang kita bahas supaya wajar dikdas (wajib belajar pendidikan dasar) 18 tahun, dari 9 tahun jadi artinya sampai perguruan tinggi nanti gratis hanya dengan itu akses perguruan tinggi bisa kita dorong,” sambungnya.
Huda mengungkapkan, wajar dikdas 18 tahun ini sedang dikompromikan dengan pemerintah. Rencananya wajib belajar dimulai dari jenjang Paud.
“Anak-anak sudah bisa gratis di Paud dan kesejahteraan guru guru Paud sudah bisa diselesaikan jadi wajar dikdas ini akan kita dorong dalam revisi dan ini menjadi penting karena berefek kepada alokasi anggaran, berefek kepada angka partisipasi kasar akan naik setinggi tingginya karena nanti kuliah gratis dengan wajar dikdas 18 tahun,” tuturnya.
Huda menjelaskan, skema kuliah gratis bisa melalui Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Namun, dia mengakui KIP itu memang belum bisa menutupi biaya secara keseluruhan. Soal besaran anggaranya akan ia susun dalam revisi UU Sisdiknas.
“KIP ini baru bisa mengcover pertahun rata rata 200 ribu padahal jumlah anak muda Indonesia yang kuliah pertahun bisa 1 sampai 2 jutaan,” ucapnya.
“Nanti akan kita rencanakan sebagai semangat untuk penggunaan 20 persen anggaran pendidikan kita maunya ada pasal pasal yang mengatur terkait itu, tentu enggak sedetil itu, karena mandatori yang sifatnya masih umum nanti di PP nya,” tuturnya.