Rakyat Lelah
Anggota Komisi VI DPR RI Nyoman Parta menyampaikan bahwa rakyat sudah lelah dengan kisruh stok dan harga minyak goreng yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. Menurut Parta, setidaknya sudah lima bulan masyarakat menghadapi sulitnya mendapatkan minyak goreng, dan harga yang cenderung tinggi.
“Rakyat lelah dengan sengkarut minyak goreng yang berjalan sangat panjang. Pertama kali saya bicara tentang minyak goreng ini tanggal 5 November 2021, waktu itu harganya sudah Rp20.000. Jadi itu sudah lima bulan lebih, jadi wajar rakyat sudah sangat lelah,” kata Parta dalam rapat kerja tersebut.
Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI ini juga menyampaikan rakyat sudah lelah secara psikis, karena rakyat tahu negara ini penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, tetapi stok minyak gorengnya langka, antrean untuk membeli minyak goreng menjadi panjang, bahkan sampai memakan korban jiwa.
“Kebijakan soal DMO (Domestic Market Obligation) itu sangat bagus, tetapi prakteknya tidak terjadi. Dengan perhitungan DMO seperti itu, harusnya kita bisa mandi minyak goreng. Tetapi faktanya tidak terjadi, belum apa-apa sekarang sudah dicabut dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022,” jelas Parta.
Anggota Komisi VII DPR RI Rudi Bangun Hartono mengatakan jika Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi dalam posisi dilematis menangani permasalahan minyak goreng yang belakangan mendapatkan sorotan berbagai pihak. Satu sisi, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan terus berupaya menangani permasalahan dalam negeri. Khususnya terkait kelangkaan dan kenaikan komoditas harga minyak goreng. Di sisi lain, banyak negara membutuhkan pasokan minyak goreng dari Indonesia.
“Saya bukan bermaksud membela Pak Menteri (Mendag M Lutfi). Saya realistis saja, karena minyak goreng ini adalah kebutuhan masyarakat dunia. Jadi bukan hanya Indonesia yang membutuhkan, masyarakat dunia demand atau permintaannya juga ke Indonesia,” kata Rudi dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Jumat (18/3/2022).
Salah sasaran
Namun Rudi juga mengkritisi kebijakan Mendag M Lutfi yang mencabut atau menghentikan kebijakan wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya. Kebijakan tersebut diketahui sebagai tindaklanjut dari keputusan pemerintah yang melepaskan harga minyak goreng ke pasar. Dimana dalam salah satu ketentuannya, disebutkan bahwa pengajuan izin ekspor kini tidak lagi harus meminta izin dari Kemendag.
“Soal subsidi untuk minyak goreng, hitung-hitungannya harus jelas. Disampaikan ke publik, di sosialisasikan agar nantinya subsidi ke masyarakat bisa tepat sasaran. Kami ingatkan Kementerian Perdagangan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) jangan asal-asalan dalam menerapkan kebijakan ini,” tegas Rudi.
“Minyak goreng curah ini siapa yang akan menikmatinya? Bisa jamin tidak BPDPKS bahwa subsidi minyak goreng curah akan tepat sasaran. Khawatirnya nanti ada oknum yang menyimpan barangnya digudang kemudian diganti dengan kemasan, lalu dijual untuk aksi ambil untung,” tutur Rudi.
Ia mendorong Kemendag RI berkoordinasi dengan Kementerian Sosial RI terkait pelaksanaan subsidi minyak goreng curah. Sebab di Kemensos selama ini penyaluran berbagai bantuan/subsidi sudah berjalan by data. “Subsidi sebaiknya diberikan secara tunai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, masyarakat dari golongan kurang mampu sesuai data yang ada di Kementerian Sosial,” pesan Rudi.