JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Ketidakmampuan pemerintah mengendalikan harga dan pasokan minyak goreng di pasaran memperoleh sorotan tajam Komisi VI DPR. Dalam rapat kerja dengan Menperdag M Lutfi muncul kritikan keras terhadap kebijakan pemerintah.
Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menyatakan ketidakrelaan Komisi VI terhadap kebijakan Harga Ecerat Tertinggi (HET) karena skema tersebut merupakan harga yang diinginkan oleh pengusaha.
“Kalau kita lihat dan kita saksikan laporan dari teman-teman yang tadinya (stok) kosong di pasar-pasar modern, sekarang sudah sangat berlimpah dengan terapan harga yang kita tahu itu harga yang dimaui oleh para pengusaha. Sekali lagi saya sampaikan harga yang memang diakui oleh para pengusaha. Apa yang disampaikan oleh teman-teman, saya menangkap menilai ada ketidakrelaan bahwa minyak goreng yang menjadi kebutuhan rumah tangga ini sepenuhnya diatur oleh harga pasar,” tegas Faisol dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan M Lutfi.
Faisol mengungkapkan bahwa yang harus disalahkan pada permasalahan ini adalah pihak-pihak penimbun yang mencari keuntungan dari krisis yang terjadi. Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, kebijakan pencabutan HET bagi minyak goreng kemasan justru memberikan angin segar bagi para penimbun.
Harus pro rakyat
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menilai Menperdag M Lutfi tak bisa mengatasi ketersediaan dan stabilisasi harga barang pokok, khususnya minyak goreng. Kejadian meninggalnya seorang ibu di Kalimantan Timur karena antre minyak goreng beberapa waktu yang lalu seharusnya menjadi pukulan yang besar bagi pemerintah dan pemerintah harus segera membuat kebijakan yang pro pada rakyat bukan pengusaha.
Seharusnya, kata anggota Fraksi Gerindra ini, pemerintah bisa tegas dan jangan kalah dengan pengusaha. “Pemerintah harus cabut HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan kelapa sawit yang tidak mengirimkan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) ke perusahaan minyak goreng. Perusahaan minyak goring pun harus dicabut izinnya kalau tidak memproduksi sesuai kepentingan rakyat,” tegas Andre.
“Kalau Pak Menteri (Perdagangan) butuh revisi undang-undang, kita di Komisi VI siap memberikan dukungan politik agar bapak bisa lebih tegas,” tandasnya, seperti dikutip Parlementaria.
Ia memberikan contoh, klaim Kemendag terkait surplus pasokan minyak goreng di hampir seluruh wilayah di Sumatera. Di Sumatera Utara, pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022 misalnya, pasokan minyak goreng mencapai 60 juta liter. Namun, barang itu tidak ada di pasar maupun supermarket. Legislator dapil Sumatera Barat I itu pun mengungkapkan rasa kecewanya pada rapat kerja terseut.