METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Penyaluran bantuan sosial (bansos) saat penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Pulau Jawa dan Bali dinilai perlu diawasi ketat. Sehingga, praktik korupsi dalam program itu tak lagi terulang.
“Pengawasan ketat ini seharusnya dilakukan oleh legislatif, yaitu sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap eksekutif,” kata Kepala Satuan Tugas Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andre Dedy Nainggolan dalam diskusi virtual bertajuk ‘PPKM Darurat: Jangan Ada Babak Baru Korupsi Bansos’, Selasa, 6 Juli 2021.
Menurut Andre, peran legislatif mesti sesuai jalurnya untuk mengawasi program itu. Sebab, pada kasus korupsi pengadaan bansos sembako covid-19 muncul dua nama politikus PDI Perjuangan yang diduga berperan dalam program itu, yakni Herman Hery dan Ihsan Yunus.
“Nama pejabat legislatif justru ikut-ikutan. Mereka bukan hanya sebagai pengambil porsi kecil, justru paling besar,” ucap Andre.
Data penerima manfaat bansos juga perlu diperhatikan. Sebab, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyebut 21 juta data penerima bansos bermasalah
“Pertanyaannya bansos yang berkaitan dengan PPKM darurat ini menggunakan data yang mana?” ucap Andre.
Andre mengatakan bansos yang akan diberikan dalam bentuk sembako harus diteliti dengan melihat entitas perusahaan penyedia. Kementerian Sosial (Kemensos) mesti menghindari perusahaan yang bukan ‘tangan pertama’ penyedia barang bansos.
Andre mengatakan bantuan yang tepat diberikan kepada masyarakat saat ini berupa uang tunai. Sedangkan bansos sembako dikhawatirkan mengulang kembali praktik korupsi yang menjerat eks Mensos Juliari P Batubara.
“Saat ini bantuan tunai lebih relevan,” ucap Andre.