METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Sebuah survei yang diinisiasi Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan mayoritas pegawai negeri sipil (PNS) menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat. Sementara sekitar sepertiga dari total responden berpendapat tidak ada perubahan, sedangkan sebagian lain menganggap tingkat korupsi menurun dalam dua tahun terakhir.
Rinciannya yakni 34,6 persen responden PNS menilai tingkat korupsi meningkat, sebanyak 33,9 persen responden menyatakan tidak ada perubahan dan, sebanyak 25,4 persen menganggap tingkat korupsi justru menurun.
Namun begitu survei tersebut menunjukkan PNS memiliki persepsi paling positif dibanding survei pada masyarakat umum, pemuka opini dan pelaku bisnis.
Jika disandingkan, pada survei opini publik, ada 15,5 persen responden yang menilai korupsi Indonesia menurun. Kemudian pada survei terhadap pelaku bisnis, sebanyak 8,5 persen yang sependapat, bahkan survei pemuka opini jumlahnya tidak jauh berbeda yakni 7,8 persen.
“Persepsi korupsi ini yang paling positif jika dibandingkan dengan survei dengan responden masyarakat umum, pemuka opini, dan pelaku bisnis. Pada survei-survei tersebut, mayoritas menilai bahwa tingkat korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir,” tulis LSI dalam laporan hasil survei, Minggu (18/4/2021).
Survei dieksekusi pada 3 Januari-31 Maret 2021 dan melibatkan 1.201 responden PNS di lembaga-lembaga negara yang tersebar di 14 provinsi. Ini merupakan sampel akhir dari populasi PNS Kementerian/Lembaga negara baik di pusat maupun daerah sebanyak 915.504 orang atau sekitar 22 persen dari total jumlah PNS di Indonesia.
Survei ini menggunakan metode wawancara secara tatap muka baik daring maupun luring oleh pewawancara. Proses ini dilakukan dengan metodologi stratified multistage random sampling.
Lihat juga: TNI Akan Buka Suara soal Vaksin Nusantara
Sementara itu, mayoritas responden menyebut bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintah adalah penggunaan wewenang untuk kepentingan pribadi (26,2 persen), kerugian keuangan negara (22,8 persen), gratifikasi (19,9 persen), menerima suap (14,8 persen) serta penggelapan jabatan, perbuatan curang, pemerasan, juga bentuk lain (kurang dari 5 persen).
Kemudian hampir separuh responden sepakat bahwa laku koruptif paling sering terjadi di bagian pengadaan (47,2 persen).
Survei juga menemukan hampir separuh responden (47,5 persen) mengaku sangat jarang menerima uang atau hadiah di luar ketentuan resmi suatu pihak. Sementara ada pula yang sangat sering menerima uang atau hadiah (1 persen), sering (8,3 persen) dan jarang (28,6 persen).
Adapun faktor terbesar yang membuat PNS menerima uang atau hadiah di luar ketentuan adalah kurangnya pengawasan. Faktor lain seperti kedekatan dengan pihak pemberi uang dan campur tangan politik dari yang lebih berkuasa.
Faktor-faktor lain yang ditemukan dari survei tapi hanya berpengaruh kecil di antaranya gaji rendah, budaya, mendapat uang tambahan, tidak ada ketentuan yang jelas, jarang ada hukuman jika ketahuan, pelaku tidak paham, didukung atasan, persepsi hak PNS dan takut dikucilkan.
Sementara 4 praktik koruptif yang sedikit atau sangat sedikit terjadi antara PNS dengan pihak tertentu yakni menerima uang untuk melancarkan urusan suatu pihak, didekati secara personal untuk sewaktu-waktu diminta bantuan, menerima barang untuk melancarkan urusan, dan menerima layanan pribadi. Dari keempat praktik, responden menilai paling banyak terjadi praktik koruptif berupa menerima uang untuk melancarkan urusan suatu pihak.
Saat dikaji dengan temuan pada survei terhadap pelaku bisnis, rupanya lebih banyak PNS yang mengakui menerima uang untuk melancarkan urusan, daripada pebisnis yang mengakui memberi uang pada aparat negara demi kelancaran urusannya.
Setelah menilai kondisi di lapangan saat ini, sebanyak 25,5 persen responden PNS sangat atau cukup tahu ada kemungkinan korupsi di intansinya. Sementara mayoritas atau 69,6 persen mengaku kurang tahu atau sama sekali tidak tahu.
Sumber: