Pelaku Asusila Tak Lagi Masuk Dihukum Dalam Revisi UU ITE

Pelaku Asusila Tak Lagi Masuk Dihukum Dalam Revisi UU ITE
Menko Polhukam Mahfud MD.. (Foto: Dok. Polhukam)

METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Menko Polhukam Mahfud MD menekankan bahwa pemerintah tidak akan mencabut Undang-undang Informasi dan Transakai Elektronik (UU ITE). Meski begitu, revisi untuk sejumlah pasal tengah disiapkan demi mencapai keadilan dalam penegakan hukum.

“UU ITE tidak akan dicabut, bunuh diri kalau kita mencabut UU ITE itu. Kesimpulan ini diperoleh sesudah kita melakukan FGD dengan tidak kurang 50 orang akademisi, praktisi hukum, NGO, korban UU ITE, pelapor UU ITE, politisi, jurnalis baik perorangan maupun organisasi,” kata Mahfud MD di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Jumat (11/5).

Menurut Mahfud MD, ada empat pasal yang akan diperbaiki dalam UU ITE yakni Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36. Sejalan dengan itu, akan ada surat keputusan bersama yang dikeluarkan oleh Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri terkait dengan pedoman implementasi agar penegakan hukum berlaku sama bagi setiap orang.

Baca juga  Menag Yaqut: Insentif Guru Bukan PNS Madrasah Bertahap Segera cair

“Kedua, akan dilakukan revisi terbatas sifatnya semantik dari sudut redaksional tapi subtansif uraian-uraiannya,” ujar dia.

Mahfud MD mencontohkan, dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE nantinya akan ditegaskan bahwa pelaku yang dapat dijerat oleh Pasal penyebaran konten kesusilaan itu adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan ke umum.

Baca juga  Seru Amnesty International: Mereka yang Dikriminalisasi dengan UU ITE Harus Dibebaskan

“Jadi, bukan orang yang melakukan kesusilaan yang menyebarkan itu yang dikenakan. Kalau orang cuma bicara mesum, orang saling kirim gambar membuat gambar-gambar melalui elektronik gitu, tetapi dia bukan penyebarnya, itu tidak apa-apa. Apakah itu tidak dihukum? Dihukum tetapi dengan UU ITE itu ada UU-nya sendiri, misalnya UU Pornografi, itu bisa dihukum dengan itu. Gitu,” kata dia.

 

Penceraman Nama Baik

Kemudian soal pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam Pasal 27 ayat 3. Menurut Mahfud MD, dalam usul revisi pihaknya membedakan norma antara pencemaran nama baik dan fitnah, termasuk perubahan penurunan ancaman pidana.

Baca juga  With 150 million daily active users, Instagram Stories is launching ads

“Jadi, pencemaran nama baik itu kan misalnya ada yang terbentuk benar, Pak Mahfud itu di punggungnya banyak tato misalnya, Anda ndak tahu tapi banyak tato, itu dulu adalah anggota preman, misalnya. Sesudah diperiksa tidak terbukti, itu namanya fitnah. Tapi, kalau diperiksa betul ada tato, itu pencemaran, ghibah namanya. Apakah bisa dihukum? Dihukum meskipun tidak terbukti ada, kalau tidak terbukti fitnah. Kalau ada tetapi saya tidak senang berita itu didengar oleh orang lain, itu bisa dihukum juga,” beber Mahfud MD.

Mahfud MD menjelaskan bahwa ada yang namanya delik aduan. Artinya bahwa pihak yang berhak menyampaikan aduan dalam tindak pidana pencemaran, fitnah, menyerang kehormatan nama baik seseorang dengan menggunakan sarana ITE, hanya korban.

Selanjutnya, untuk Pasal 27 ayat 4 sendiri dalam usul revisi dipertegas isi normanya dengan menguraikan unsur ancaman pencemaran, ancaman membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya miliknya atau kepunyaan orang lain.

Baca juga  Komnas HAM Dalami Kasus Stella Monica Terjerat UU ITE karena Komplain

“Misalnya supaya membuat pernyataan hutang penghapusan piutang, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan dokumen elektronik. Itu yang dimaksud dengan ancaman. Sebenarnya kan cuma disebut pemerasan ya, sekarang diurai, ancaman pencemaran, ancaman membuka rahasia, ancaman seseorang supaya memberi sesuatu, dan sebagainya. Jadi diurai agar tidak menjadi Pasal karet,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

 

Ujaran Kebencian

Tidak ketinggalan soal perkara ujaran kebencian dalam UU ITE. Mahfud MD mengatakan bahwa norma di dalamnya nanti hanya terkait menyebarkan infromasi yang ditujukan untuk memunculkan rasa kebencian atau permusuhan individu, atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA.

Baca juga  Warga Perantau Lamaholot Bali Berencana Bangun Monumen Jokowi Menangis di Pulau Adonara NTT

“Nah kita mengusulkan di dalam revisi dipertegas dengan norma bukan hanya menyebarkan masalah SARA tetapi menghasut, mengajak, atau mempengaruhi. Jadi ada kata menghasut, mengajak, atau mempengaruhi ketika dia menyebarkan informasi itu. Kalau cuma menyebarkan tanpa niat ini, tidak bisa. Kita usulkan begitu,” Mahfud MD menandaskan.

 

 

jasa website rumah theme

Pos terkait