METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir menyebut ada dua siasat yang ia lakukan dalam menghindari atau menekan risiko perusahaan pelat merah menjadi sapi perah pihak tertentu.
Pertama, memprivatisasi atau menawarkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) perusahaan negara sebanyak-banyaknya. Ia menyebut dengan melantainya perusahaan pelat merah, otomatis bakal tercipta transparansi kepada publik atau pemegang saham.
Dengan demikian, sekaligus dapat tercipta tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dalam BUMN.
Kedua, membuka investasi di BUMN lewat Lembaga Pengelola Investasi (LPI) milik Indonesia, Indonesia Investment Authority (INA). Menurut dia, kerja sama dengan pengelola dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) tersebut dapat mempercepat GCG dan profesionalisme BUMN.
“Tranparansi dan dengan GCG bisa menimalisir risiko. Saya tidak bilang 100 persen tapi meminimalisir risiko. Kami coba terus,” katanya, Minggu (1/8/2021).
Kekhawatiran BUMN menjadi sapi perah mencuat beberapa waktu lalu setelah DPR menyatakan ingin terlibat dalam penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Pernyataan pun menjadi sorotan. Terlebih, permintaan itu dilontarkan dalam ruang publik saat para Anggota Komisi VII DPR tengah rapat bersama BUMN di bidang tambang.
Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel mengklaim Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin serta Anggota Komisi VII Eddy Soeparno dan Ramson Siagian hanya berusaha menjalankan fungsi pengawasan agar dana CSR BUMN tepat sasaran. Sebab, DPR merupakan lembaga legislatif yang berfungsi mengawasi kerja eksekutif, termasuk BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah.
“Bahwa apa yang dimaksud dengan pelibatan Anggota DPR RI dalam penyerahan CSR BUMN Tambang di masa pandemi covid-19 itu adalah dalam rangka memaksimalkan fungsi pengawasan sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU MD3,” ungkap Rachmat beberapa waktu lalu.
Pengamat BUMN sekaligus Peneliti Senior di Visi Integritas Danang Widoyoko menilai permintaan itu secara jelas membuka mata publik bahwa BUMN selama ini sudah menjadi sapi perah kepentingan.
Bahkan, sapi tersebut dapat diperah kapan pun, termasuk di tengah pandemi virus corona atau covid-19 ketika masyarakat tertekan kondisi ekonomi.
“Itu contoh nyata bagaimana mereka menjadikan BUMN sapi perah, padahal dana CSR adalah tanggung jawab perusahaan sebagai dampak keberlangsungan bisnis mereka, bukan politik, apalagi demi mendongkrak nama politisi,” ucap Danang.
Tak hanya dijadikan sapi perah DPR, ia juga menyebut BUMN kerap menjadi sapi perah pemerintah.
Maka dari itu, menurutnya, sudah saatnya pemerintah khususnya Menteri BUMN Erick Thohir bisa mengambil sikap tegas untuk menolak keterlibatan DPR terhadap penyaluran dana CSR BUMN. Sebab, secara bisnis, tata kelola seperti itu tidak akan membuat perusahaan negara maju, meski dana CSR di luar operasional.