JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Pemerintah sampai saat ini belum memutuskan kebijakan spesifik mengenai mudik Lebaran 2021. Kebijakan yang ditunggu-tunggu masyarakat ini memang perlu pembahasan mendalam karena pandemi Covid-19 belum usai. Apalagi, berdasarkan riwayat libur panjang sebelumnya, libur panjang berpotensi menimbulkan lonjakan kasus Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, sampai saat ini kebijakan mudik Lebaran 2021 masih dibahas di level kementerian dan lembaga yang berkaitan. Kendati kebijakan mudik belum diputuskan, Wiku meminta masyarakat tetap menyadari bahwa pandemi belum usai dan perjalanan jauh berpotensi meningkatkan penularan.
“Prinsipnya, dilarang atau tidaknya mudik saya mengharapkan sikap bijak dari masyarakat untuk dapat mengambil keputusan yang terbaik khususnya melakukan perjalanan jauh yang berpotensi meningkatkan penularan,” kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (16/3).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, pada prinsipnya Kemenhub tidak melarang mudik, namun keputusannya berada di tangan Satgas Covid-19. Budi memastikan, mekanisme mudik tahun ini akan dikoordinasikan bersama dengan pengetatan.
“Saya tegaskan, boleh tidaknya mudik, bukan kewenangan Kemenhub tapi kami berdiskusi dengan kementerian dan lembaga terkait karena Satgas Covid-19 juga akan memberikan arahan,” kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Selasa (16/3).
Jika mudik pada tahun ini diperbolehkan, Budi memprediksi akan terjadi lonjakan pelaku perjalanan. Terlebih, dengan adanya program vaksinasi membuat banyak masyarakat untuk bepergian.
Belum lagi dengan adanya relaksasi PPnBM nol persen, menurutnya akan membuat kepemilikan kendaraan pribadi bertambah. Selain itu, Budi menuturkan dengan penggunaan Genose juga akan membuat masyarakat lebih percaya diri melakukan perjalanan karena biaya pemeriksaan yang murah.
“Oleh karenanya kita melakukan upaya penekanan dengan menerapkan protokol kesehatan,” ujar Budi.
Komisi V DPR mendorong penggunaan alat skrining Covid-19 Genose setara dengan PCR dan rapid test antigen. Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan jika memang menurut pemerintah Genose yang lebih murah dan cepat serta hasil pemeriksaannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
“Kalau memang itu bisa (Genose dijadikan alat pendeteksi Covid-19), instrumen lain tidak perlu lagi dipakai,” kata Lasarus dalam rapat yang sama.
Lasarus mengatakan, saat ini Indonesia masih harus berkejaran dengan waktu untuk memperbaiki ekonomi akibat dampak dari pandemi Covid-19. Dengan adanya Genose yang lebih murah dan cepat, Lasarus mengatakan alat deteksi Covid-19 dengan kriteria tersebut yang paling dibutuhkan.
“Rakyat sudah susah kalau buat keluarga yang tidak mampu lalu harus bayar PCR sampai 950 ribu, ini uang yang besar untuk keluarga tertentu,” jelas Lasarus.