METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung menahan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) seluas 400 ha di Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Diketahui, perkara ini turut melibatkan perusahaan PT Indonesia Cold Resources (ICR) yang merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Dimana, terdapat tersangka yang merupakan direksi dari perusahaan tersebut.
“Tiga tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung dan satu di Rutan Kejari Jaksel,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (2/6/2021).
Penahanan itu dilakukan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 2 Juni 2021 hingga 21 Juni 2021.
Leonard merinci, empat tersangka itu ialah mantan Direktur Utama PT Antam, AL; Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources berinisial BM; Senior Manager Corporate Strategic Development PT Antam, HW; dan Komisaris PT Tamarona Mas International, MH.
Penyidikan perkara ini telah berlangsung sejak 2018 lalu. Kemudian, Kejagung menetapkan enam tersangka pada 2019. Hanya saja kasus ini mangkrak dan baru dilanjutkan pada 2021 ini.
Leonard menjelaskan, Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan atensi terhadap perkara-perkara mangkrak itu agar dapat segera diselesaikan.
“Perkara ini sudah tahap 1 dan atas instruksi bapak Jaksa Agung, ini merupakan salah satu program prioritas yang harus diselesaikan,” ucapnya lagi.
Adapun rincian kasus ini sendiri bermula sejak 2010 lalu dimana terjadi persekongkolan dalam proses pengalihan izin usaha antar sejumlah perusahaan. Dimana, PT ICR berencana untuk mengakuisisi PT TMI yang memiliki izin usaha di Kabupaten Sarolangun.
Harga dengan kontraktor ditentukan sebesar Rp92,5 miliar meskipun belum dilakukan due diligence. Kemudian, MoU disepakati di Jakarta pada 19 November 2010 dengan sejumlah perusahaan untuk mengakuisisi PT CTSP yang izin pada lahan 400 ha.
PTICR pun meminta tambahan modal kepada PTAntam yang merupakan pemilik usaha perusahaan tersebut sebesar Rp150 miliar. Penambahan modal itu disetujui melalui keputusan direksi tertanggal 4 Januari 2011 tanpa melalui kajian yang menyeluruh.
“Dengan tidak dilakukannya kajian internal oleh PT Antam tbk secara komprehensif ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangon nomor 32 tahun 2010 tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT TMI tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif,” tambahnya.
Dalam hal ini, diduga kuat tindak pidana korupsi tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp92,5 miliar.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.