METROSIDIK.CO.ID, BANTEN — Desakan agar Kejati Banten segera mengungkap aktor intelektual korupsi hibah dan masker, muncul dari pegiat antikorupsi. Wahidin Halim, Gubernur Banten, selaku kepala daerah dan pemegang kebijakan, juga harus dimintai keterangannya oleh kejaksaan.
Terkait korupsi dana hibah pesantren, baru dua orang yang dijadikan tersangka, yakni IS dan TS. Besaran hibah tahun 2018 yakni Rp66,280 miliar. Kemudian pada tahun 2020 berjumlah Rp117 miliar.
Dalam kasus korupsi masker tenaga kesehatan (nakes) tahun 2020, baru ada tiga tersangkanya, yakni AS dan WF dari PT RAM, kemudian LS yang berstatus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinkes Banten. Nilai kerugian pengadaan masker mencapai Rp1,680 miliar dari nilai anggaran sebesar Rp3,3 miliar.
“Harus ada pemeriksaan sebenarnya, karena kan memang kalau anggaran, yang punya kuasa, yang punya tanggung jawab, ada di pemerintah daerah. Jadi pimpinan daerahnya siapa itu harus diperiksa terlebih dahulu, jadi kita tidak bisa menduga, tidak bisa menuduh begitu,” kata aktivis ICW, Nisa Rizkia, di Kota Serang, Sabtu (29/05/2021).
Keterangan dari Wahidin Halim, dianggap bisa membantu pengusutan korupsi hibah dan masker bagi nakes yang menangani pasien covid-19 di Banten.
WH diharapkan bisa bekerja sama dan memberikan informasi secara terbuka kepada penegak hukum, agar pemberantasan korupsi di Banten bisa teratasi dengan baik.
“Jadi memang perlu didorong, kita mendorong pemerintah atas (kepala daerah), pejabat atas untuk juga dilihat, sejauh mana, apakah ada dugaan keterlibatan atau seperti apa itu penting,” ujarnya.
Desakan juga muncul dari Ade Irawan, mantan pegiat ICW yang kini menjadi Direktur Visi Intergitas ini meminta aparat penegak hukum tidak takut memeriksa dan menetapkan tersangka korupsi, jika memang ada petinggi Banten yang terlibat. Jika tidak diseriusi, maka korupsi akan selamanya ada di Banten.
“Jangan cuma ramai (berita) nya aja, tapi penuntasannya harus selesai. Kalau tidak selesai akan jadi preseden buruk dan enggak ada efek jera. Kalau enggak ada efek jera, bisa terjadi lagi dan yang jadi korban masyarakat,” kata Ade Irawan, di tempat yang sama, Sabtu (29/05/2021).
Korupsi di tengah bencana seperti pandemi Covid-19 rawan terjadi, karena semua ingin bergerak cepat dan kerap kali mengangkangi peraturan yang ada. Ini juga imbas dari lemahnya pengawasan DPRD Banten, yang dianggap Ade, tidak berperan aktif.
“Mestinya berfungsi, legislatif punya fungsi pengawasan, mereka bisa periksa itu,” ujarnya.
Jika aktor intelektual korupsi masker terungkap, maka bisa dikenakan hukuman mati. Lantaran melakukan korupsi Rp1,680 miliar di tengah bencana nonalam alias pandemi Covid-19.
“Undang-undang (UU) anti korupsi kita memungkinkan untuk hukuman yang sangat berat, bahkan sampai hukuman mati,” dia menjelaskan.