METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Dicky Hartawan, ajudan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, menceritakan soal uang yang harus ada di dalam tas saat kunjungan kerja. Dia mengatakan, tas yang dibawa saat kunjungan kerja Edhy Prabowo harus selalu terisi uang tunai.
Biasanya, saat Edhy berangkat dari kediaman, tas langsung diserahkan ke ajudan. Tas itu dipegang ajdan sampai akhir kegiatan. Setelah selesai dikembalikan ke Edhy.
Dia menceritakan saat kunjungan kerja ke Palembag. Uang tunai hingga Rp100 juta disediakan oleh Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy.
“Pernah dapat Rp100 juta dari Amiril saat kunjungan kerja ke Palembang November 2020, karena setiap kunjungan kalau uang di tas sudah menipis harus segera diisi,” kata Dicky di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (18/5/2021). Dilansir Antara.
Dicky menghubungi Amiril untuk segera mengisi uang dalam tas itu. Lalu Amiril mengatakan akan ada yang mengirim uang.
“Tiba-tiba ada telepon masuk ke saya dan uang yang akan diserahkan di lantai 17 hotel Arya Duta tapi pertama lupa jumlahnya hanya orang itu mengatakan uangnya belum Rp100 juta lalu setengah jam kemudian dia kembali membawa uang sisanya,” tambah Dicky.
Dicky mengaku tidak tahu sumber uang tersebut. “Penggunaan uang sesuai petunjuk seperti membeli barang, memberikan tips, membayar restoran, itu untuk 2-3 hari,” ungkap Dicky.
Namun uang Rp100 juta itu tidak habis. “Tapi saya tidak ingat persis berapa sisanya, saya juga tidak laporkan penggunaan uang untuk apa saja ke Amiril dan Pak Menteri,” tambah Dicky.
Dicky menyebut biasanya Amiril memberikan uang melalui transfer sebesar Rp20-30 juta.
“Kisarannya uang yang ditransfer ke rekening saya Rp20 juta atau Rp30 juta, tapi yang paling besar ya itu yang pernah diserahkan orang yang ditunjuk Amiril tadi,” kata Dicky.
Dicky menjadi saksi untuk enam terdakwa. Yaitu Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sespri istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) yang didakwa bersama-sama menerima USD77.000 dan Rp24,625 miliar. Sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.