JAKARTA, METROSIDIK.CO.ID — Setelah mengalami penurunan 1,7% pada minggu lalu, jumlah kematian akibat Covid-19 kembali memuncak. Bahkan, dengan peningkatan yang cukup drastis menjadi 37,4%.
Juru Bicara Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan bahwa kondisi ini memperlihatkan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia melaju pada perkembangan yang buruk. Mengingat, pada minggu pertama, tepatnya 13 Januari 2021 Indonesia telah mencetak rekor kasus harian meninggal tertinggi selama pandemi, yaitu 306 kematian selama satu hari.
Wiku menjelaskan, setidaknya terdapat lima provinsi yang menyumbangkan kasus kematian tertinggi pada minggu ini. Pertama adalah Jawa Tengah yang angka kematiannya naik 209, kemudian DKI Jakarta dengan kenaikan 106 kasus.
Jawa Barat menyusul dengan kenaikan 87 kasus, sedangkan DI Yogyakarta meningkat 27 kasus. Terakhir adalah satu-satunya provinsi di luar pulau Jawa, yaitu Nusa Tenggara Timur dengan peningkatan 18 kasus.
“Ini menjadi peringatan yang tidak boleh diabaikan. Saya meminta kepada lima provinsi yang telah disebutkan untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan pasien Covid-19 di setiap fasilitas kesehatan agar sesuai dengan standar, agar mereka yang dirawat dapat segera sembuh. Dengan demikian, maka angka kesembuhan dapat ditingkatkan dan angka kematian pun dapat ditekan,” jelasnya dalam siaran langsung Perkembangan Penanganan Covid-19, Selasa (19/1/2021).
Dirinya juga meminta perhatian kepada para pimpinan daerah di lima provinsi tersebut untuk berkordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19 di tingkat pusat, apabila ditemui kendala dalam penanganan pasien Covid-19. Sehingga, dapat dicarikan jalan keluarnya.
Pandemi Tak Terkendali
Dalam kesempatan berbeda, Epidemiolog Indonesia dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, pemerintah perlu mengevaluasi penanganan pandemi di Indonesia menyusul laporan data tingginya angka kasus kematian harian akibat Covid-19.
Menurutnya, angka kematian yang tinggi telah mencerminkan pandemi yang semakin tidak terkendali akibat kegagalan dan kesalahan strategi penanganan pandemi di daerah maupun secara nasional.
“Harus dievaluasi segera. Tidak bisa, apalagi jangankan 300 ya. Satu kematian itu sebetulnya menandakan kita itu ada salah deteksi, salah strategi, atau tidak tepat, atau ada kebobolan,” terang Dicky dari pesan suara yang diterima Beritasatu.com, beberapa waktu lalu.
Ia pun menegaskan bahwa, dalam pengendalian pandemi ini kesehatan adalah aspek penting yang harus didahulukan dan tidak dapat dinego dengan kepentingan lainnya di luar kesehatan.
Mengingat, jika aspek kesehatan ini terpinggirkan dan tidak menjadi prioritas, maka penguatan tes, lacak, dan isolasi (TLI), PSBB, serta peran protokol kesehatan menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M) hanyalah jargon biasa.
“Jika pengendalian pandemi masih dibarengi dengan kepentingan ekonomi harus terus berjalan, ya sulit. Intinya komitmen dan konsistensi. Sehingga hasilnya tidak setengah-setengah,” tuturnya.
Apabila sederet kesalahan ini terus diulangi, ia pun memastikan bahwa pandemi ini tidak akan dapat terselesaikan dalam waktu singkat. Bahkan ia memberikan gambaran bahwa pandemi di Indonesia akan mereda di tahun 2024. Terlebih, kini strain atau mutasi virus corona telah muncul di berbagai negara, dengan tingkat keganasan dan penyebaran yang lebih tinggi.
“Saya ingatkan, sekarang sudah tidak ada toleransi. Status pengendalian pandemi ini tidak terkendali. Jangankan kita yang ribuan kasus tidak terdeteksi, Brisbane yang sangat ketat pengendalian sangat ideal, masih kebobolan masuknya strain virus baru, apalagi Indonesia,” tukasnya.
Sumber: