METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menanggapi sejumlah isu yang tengah berkembang, mulai dari pengembangan akuakultur, rencana penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako premium, hingga ekspor produk perikanan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengingatkan agar sektor perikanan dan akuakultur bisa dikembangkan lebih jauh, serta berharap agar pengenaan PPN sembako tidak akan terlalu berdampak kepada komoditas perikanan, karena akan memiliki efek lanjutan yang cukup serius.
“Pada dasarnya kenaikan PPN ini akan menaikkan variable cost perusahaan, di bagian perbekalan kapal dan konsumsi karyawan, dan yang nanti akan berefek juga pada kenaikan biaya hidup karyawan, inflasi naik, upah minimum provinsi (UMP) naik, semuanya naik,” kata Yugi lewat keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Yugi memaparkan, imbas pandemi COVID-19 telah dirasakan oleh masyarakat dan hampir sebagian besar pelaku usaha tanah air. Di sisi lain, sektor yang berbasis sumber daya alam seperti perikanan dan akuakultur dinilai sebagai sektor usaha yang masih bisa diandalkan untuk menopang perekonomian. Isu rencana pengenaan PPN sembako untuk komoditas premium pun tak luput menjadi sorotan.
Tidak sampai di situ, efek lanjutan yang bisa dialami adalah terhadap nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) pasca panen, dikhawatirkan bahan baku yang dihasilkan tidak berdaya saing lagi.
Menurut Yugi, pengenaan PPN sembako untuk saat ini belum begitu tepat, meski untuk komoditas yang premium sekalipun karena akan mempengaruhi konsumsi dan iklim usaha komoditas. Adapun beberapa komoditas premium perikanan di antaranya ikan salmon dan lobster.
Sementara itu, ia juga berharap agar sektor perikanan dan akuakultur bisa dibangkitkan untuk menopang perekonomian, terutama untuk banyak daerah yang memiliki potensi.
“Kita sudah lihat data potensinya di pemerintah, di litbang, kita harapkan agar tidak menjadi sekedar catatan di atas kertas saja, tetapi juga bisa direalisasikan. Terlebih lagi dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, masyarakat diharapkan bisa bertahan demikian juga pelaku usaha untuk dapat mempertahankan bisnisnya,” kata dia.
Menurutnya, selain perikanan tangkap atau konvensional, masyarakat juga bisa mengembangkan bisnis akuakultur seperti budidaya ikan tawar, keramba ikan laut, budi daya udang, lobster, kerang hingga rumput laut, dll. Hal itu diyakini bisa dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan baru di tengah sempitnya lapangan pekerjaan, terutama di daerah-daerah.
“Kami harapkan masyarakat, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada bisa melirik dan menggali lagi potensi daerahnya, karena sebenarnya apa yang ada di alam itu bisa bernilai ekonomi dan memakmurkan,” kata Yugi.
Tidak sedikit daerah di Indonesia yang sukses dengan kinerja budidaya dan hulu-hilir industri perikanannya, mulai dari Sulawesi Selatan yang menghasilkan ikan dari hampir seluruh kabupatennya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Riau dan Kepulauan Riau atau tingkat Kabupaten seperti Cilacap (Jawa Tengah), Tegal (Jawa Tengah) dan Banyuwangi (Jawa Timur), dll.
Menghadapi tantangan dinamika global dan pandemi, sektor industri dan perdagangan juga diharapkan bisa mempertahankan pasar dan produktivitasnya untuk bertahan. “Pasar dalam negeri tentu harus diamankan, juga pasar luar negeri ekspornya jangan kendor”.
Yugi mengatakan, pelaku usaha harus dapat menjaga jaringan bisnisnya, disamping mempertahankan volume produksinya. Pasalnya, pandemi membawa imbas juga pada rantai pasok industri, mengecilnya pasar hingga faktor kebijakan perdagangan suatu negara karena isu proteksi.
“Tidak sedikit negara tujuan ekspor kita mempersyaratkan dokumen atau prosedur tambahan dengan adanya COVID-19. Kami juga harapkan pendampingan dari pemerintah terhadap hal-hal seperti ini agar ekspor tetap berjalan,” katanya.