METROSIDIK.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan pemerintah menyematkan cap teroris ke kelompok bersenjata di Papua–biasa disebut aparat dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)–menuai kritik karena berpotensi memperburuk situasi di Bumi Cenderawasih. Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan melabeli KKB teroris.
Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menilai penyematan label teroris dikhawatirkan dapat berimbas kepada masyarakat Papua di luar KKB.
“Penyebutan KKB di Papua dengan sebutan kelompok teroris merupakan pernyataan yang perlu dikaji ulang, sebab sampai saat ini juga terkait dengan pendefinisian teroris masih menjadi perdebatan baik dalam ruang lingkup akademisi, hukum, maupun politik,” ujar PP PMKRI dalam keterangan resmi, Minggu (2/5/2021).
“Penyebutan tersebut akan berakibat pada stigma dan stereotipe yang rawan konflik dan penyebutan ini akan berimbas kepada masyarakat sipil Papua yang tidak berkaitan dengan KKB,” lanjut mereka.
PP PMKRI menilai apa yang dilakukan KKB di Papua dengan aksi teror yang menimbulkan korban jiwa tidak dapat dibenarkan dalam hukum mana pun. PMKRI mendukung penyidikan dan penindakan tegas terhadap kelompok bersenjata.
Di samping itu, mereka juga meminta agar pemerintah tegas mengklasifikasikan kelompok yang disebut teroris berdasarkan ciri dan karakteristik, dalam arti perlu ada batasan yang tegas.
“Sehingga ini meminimalisir penyalahgunaan label tersebut kepada masyarakat sipil papua lainnya,” imbuhnya.
PP PMKRI berpendapat bahwa gerakan teror di Papua merupakan peristiwa yang tidak berdiri sendiri, melainkan akumulasi dari masalah sosial yang kerap kali terjadi di bumi cenderawasih tersebut.
Mereka menilai penyelesaian konflik di Papua perlu melalui pendekatan sosio-kultural sesuai karakteristik masyarakat Papua tanpa mengabaikan hukum yang berlaku.
“Selain itu, perlu pendekatan secara persuasif yang progresif untuk menghindari korban semakin berjatuhan baik dari masyarakat sipil maupun aparat sendiri,” pungkas pernyataan PP PMKRI.
Kekhawatiran senada diungkapkan Direktur Imparsial, Gufron Mabruri. Menurut dia, penetapan dan labelisasi KKB sebagai teroris akan berimplikasi buruk bukan saja pada situasi HAM melainkan juga menghambat penyelesaian konflik Papua secara damai.
“Langkah tersebut hanya akan memperkuat stigma yang menyakiti perasaan orang Papua sekaligus menunjukkan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik,” kata Ghufron melalui keterangan tertulis.
Alih-alih menghentikan rantai kekerasan seperti yang dibutuhkan warga Papua, menurut Ghufron, langkah tersebut justru menunjukkan pemerintah seolah mencari jalan pintas dan tidak menyentuh masalah pokok.
“Penetapan KKB sebagai organisasi teroris akan berujung pada meningkatnya eskalasi kekerasan yang bermuara pada instabilitas kondisi keamanan dan maraknya pelanggaran HAM di Papua, serta memperumit penyelesaian konflik secara damai,” tutur Ghufron mengingatkan.
Pemerintah pada Jumat (29/4) secara resmi mengumumkan telah memasukkan KKB sebagai organisasi teroris berdasarkan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan penetapan status teroris itu lantaran kelompok bersenjata tersebut dianggap semakin brutal melakukan penyerangan dan kekerasan. Bahkan, kata Mahfud, mengakibatkan korban warga sipil.
Sehari sebelum keputusan disampaikan ke publik, Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III TNI, Kol Czi IGN Suriastawa menyatakan KKB OPM patut dibasmi atau dibabat habis.
Pernyataan diutarakan usai insiden penembakan Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha.
“Dibabat habis, dibasmi sampai ke akar-akarnya,” kata Suriastawa yang dikutip dari CNNIndonesia, Rabu (29/4/2021).
Sementara OPM membalikkan pernyataan pemerintah. Kelompok bersenjata ini menyebut militer Indonesia yang selama bertahun-tahun justru melakukan kekerasan ke warga Papua.
“Berbeda dengan militer Indonesia, bagaimanapun pejuang Kemerdekaan TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) tidak pernah menyerang penduduk sipil Indonesia,” tulis Dewan Diplomatik OPM, Amatus Akouboo Douw dikutip Minggu (2/5/2021).
Sumber: CNNIndonesia.com